Saat ini, pemanfaatan teknologi 3D print telah merambah berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah sektor medis. Bukan tanpa alasan, kehadiran teknologi ini mampu memberikan gambaran secara jelas dan mendetail kepada tenaga medis terhadap objek visual yang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
Teknologi 3D print mampu memberikan kemudahan bagi tenaga medis khususnya pada bidang ortopedi dan bedah mulut dalam melakukan observasi. Selain itu, dengan pembuatan organ tiruan, tenaga medis mampu melihat secara jelas bagaimana tingkat kerusakan yang terjadi. Kemudahan observasi tersebut tentunya membuat perencanaan tindakan dapat dilakukan secara lebih matang serta memperkecil resiko terjadinya kegagalan dalam tindakan.
Widya Imersif Teknologi, perusahaan teknologi berbasis IoT asal Yogyakarta mulai mengembangkan teknologi cetak 3D untuk memberikan solusi kepada tenaga medis dalam mempermudah proses observasi dan diagnosis kepada pasien. Inovasi yang bernama E3D tersebut memungkinkan tenaga medis melakukan pencetakan organ dalam pada manusia dalam bentuk 3 dimensi (3D).Â
Dalam proses percetakan objek, E3D mampu mengubah file Digital Imaging and Communications in Medicine (DICOM) dari hasil scan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang dilakukan oleh pasien kedalam E3D untuk kemudian dicetak secara 3D menggunakan bahan dasar Polyethylene Terephthalate Glycol (PETG) dan Polylactic Acid (PLA) yang ramah lingkungan.
Pada awal tahun 2024 ini, Widya Imersif juga sedang bekerja sama dengan drg. Dimas Satria Putra, Sp.RKG, salah satu dosen radiologi FKG di Universitas Trisakti. Beliau menginisiasi untuk melakukan uji coba software E3D dalam proses edukasi di universitas.
Drg. Dimas mengungkapkan bahwa software yang dikembangkan oleh Widya Imersif ini memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh software sejenis untuk keperluan bedah mulut, yaitu dapat digunakan untuk edukasi dokter residen dan penelitian tanpa khawatir biaya yang tinggi.Â
Â
Dalam pertemuan yang sama, Raka Adhitama selaku team dari Widya Imersif menambahkan "Pada proses cetak replika organ dalam, E3D mengubah file DICOM hasil dari scan MRI yang dilakukan oleh pasien untuk kemudian dilakukan pencetakan secara 3D menggunakan bahan yang ramah lingkungan. Sebelum proses ini dilakukan, terlebih dahulu akan dilakukan proses konsultasi untuk memastikan file yang akan dicetak." tutur Raka.
Tidak hanya dengan universitas saja, saat ini Widya Imersif terus mendorong kerjasama dengan rumah sakit serta instansi kesehatan di Indonesia sehingga E3D bisa memberikan dukungan dalam proses pemeriksaan pasien. Di samping itu, startup asal Yogyakarta ini juga terbuka untuk menjalin kerjasama dengan sektor pendidikan karena inovasi dibidang kesehatan ni juga bisa menjadi sarana edukasi bagi mahasiswa kedokteran.