By: Deky Wakerkwa
Pemilu merupakan salah satu pilar utama demokrasi, yang memberikan hak kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang mereka anggap dapat membawa perubahan positif bagi kehidupan mereka. Namun, di beberapa daerah di Indonesia, khususnya Papua, pemilu tidak selalu menjadi proses yang ideal untuk memilih pemimpin terbaik.
 Di Timika, kota yang terletak di Provinsi Papua, pemilu lebih sering dilihat sebagai sarana untuk mencegah munculnya kekuatan yang lebih buruk daripada sebagai upaya untuk memilih pemimpin yang benar-benar terbaik. Fenomena ini tidak jarang terjadi, mengingat kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang kompleks di daerah tersebut.
1. Konteks Sosial dan Politik Timika
Timika, sebagai pusat ekonomi Papua, memiliki sejarah yang penuh dengan ketegangan sosial dan politik. Letak geografisnya yang terpencil dan keragaman budaya yang melimpah sering kali menambah kesulitan dalam proses pemerintahan.Â
Selain itu, pengaruh perusahaan besar seperti PT Freeport juga telah menciptakan ketergantungan ekonomi yang mendalam bagi sebagian besar penduduk. Di sisi lain, ketimpangan pembangunan, ketidakadilan sosial, dan marginalisasi masyarakat adat semakin memperburuk keadaan.
Kondisi ini kerap melahirkan pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas. Pemilu di Timika, dalam banyak kasus, tidak berfungsi untuk memilih calon pemimpin yang ideal dan berwawasan jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat.Â
Sebaliknya, pemilu lebih merupakan ajang untuk menghindari pemilihan calon yang justru memperburuk keadaan, yang memperkaya diri sendiri atau kelompoknya tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
2. Pemilu sebagai Sarana Pencegahan
Penting untuk dipahami bahwa di daerah seperti Timika, pemilu sering kali tidak menawarkan pilihan yang memadai. Masyarakat tidak selalu dihadapkan pada pilihan calon pemimpin yang berkualitas dan berintegritas. Oleh karena itu, banyak pemilih yang akhirnya memilih untuk menghindari calon yang lebih buruk, dengan harapan siapa pun yang terpilih tidak akan memberikan dampak yang lebih buruk dari situasi yang ada.