Â
      Agama Hindu dikenal sebagai agama yang mengakui banyak dewa, namun yang paling terkenal adalah Trimurtiisme. Trimurti adalah tiga dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa Dewa Brahma dikenal karena perannya sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, Dewa Wisnu sebagai pemelihara seluruh alam semesta, dan Dewa Siwa karena perannya sebagai peleburan alam semesta. Ketiga wujud tersebut merupakan wujud kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Dan menurut umat Hindu, Tuhan tidak seperti orang lain, ia hanya dipanggil dengan banyak nama. Selanjutnya agama Hindu mempunyai banyak ajaran yang mendasar, dan salah satu yang paling mendasar adalah ajaran Pancha Sradha. Secara etimologis, Pancasradha berasal dari dua kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu "Panca" yang berarti lima, dan "Sradha" yang berarti keyakinan atau kepercayaan. Secara harfiah, Pancasradha dapat diartikan sebagai lima keyakinan dasar yang menjadi fondasi utama dalam agama Hindu Bali. Pancasradha merupakan panduan bagi umat Hindu di Bali dalam menjalankan kehidupan spiritual dan sosial mereka. terhadap Brahman, Atma, Karma Phala, Punarbawa, dan Moksa.      Brahman dalam Pancasradha, yang merupakan salah satu dari lima keyakinan dasar dalam agama Hindu Dharma, memainkan peran sentral dalam memahami dan mendefinisikan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Pancasradha terdiri dari lima elemen utama: Brahman (keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa), Atman (keyakinan pada jiwa individu atau roh), Karma Phala (keyakinan pada hukum sebab-akibat), Punarbhava (keyakinan pada reinkarnasi atau kelahiran kembali), dan Moksha (keyakinan pada pembebasan atau pencapaian kebebasan rohani). Brahman, dalam konteks ini, adalah konsep Tuhan Yang Maha Esa yang dianggap sebagai realitas tertinggi, sumber segala sesuatu, dan esensi dari alam semesta. Dalam pemahaman filsafat Hindu, Brahman adalah entitas yang melampaui bentuk dan atribut. Ia digambarkan sebagai tanpa bentuk, tanpa atribut, dan melampaui segala dualitas seperti baik-buruk, dan benar-salah. Dalam pengertian ini, Brahman adalah kesadaran murni dan keberadaan mutlak. Penggunaan istilah Brahman mencerminkan upaya untuk menangkap dan mendeskripsikan sesuatu yang tidak dapat sepenuhnya didefinisikan atau dipahami oleh pikiran manusia yang terbatas. Karakteristik utama dari Brahman termasuk sifatnya yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, yang membuatnya ada di mana-mana dan dalam segala hal, meskipun tidak dapat dirasakan oleh indra manusia secara langsung. Ini membawa kita kepada konsep Sat-Chit-Ananda, di mana Brahman digambarkan sebagai Sat (kebenaran atau keberadaan mutlak), Chit (kesadaran atau pengetahuan murni), dan Ananda (kebahagiaan yang abadi). Konsep ini menggambarkan sifat esensial dari Brahman dan memberikan kerangka kerja bagi pemahaman teologis dan metafisik dalam tradisi Hindu. Dalam beberapa aliran Hindu, Brahman dipandang sebagai Nirguna, yang berarti tanpa sifat, tanpa bentuk, dan tanpa atribut. Ini adalah pandangan non-dualistik yang menekankan bahwa Brahman tidak dapat dibatasi atau didefinisikan oleh atribut apapun. Di sisi lain, ada pandangan Saguna, yang mengakui bahwa meskipun Brahman dalam esensinya adalah tanpa sifat, ia dapat diwujudkan dalam bentuk dewa-dewi tertentu atau personifikasi untuk memudahkan pemujaan oleh umat. Ini mencerminkan fleksibilitas dalam tradisi Hindu, yang memungkinkan berbagai bentuk dan pendekatan dalam pemujaan dan penghayatan Tuhan. Salah satu ajaran fundamental dalam Hindu Dharma adalah hubungan antara Atman dan Brahman. Atman, atau jiwa individu, diyakini sebagai satu dengan Brahman. Ajaran ini sering dirangkum dalam Mahavakya, seperti "Tat Tvam Asi" (Engkau adalah Itu), yang berarti jiwa individu adalah satu dengan Brahman. Pemahaman ini adalah inti dari filosofi Advaita Vedanta, yang mengajarkan bahwa realitas tertinggi adalah non-dualistik dan semua perbedaan yang kita lihat adalah hasil dari maya atau ilusi. Tujuan utama dalam kehidupan spiritual Hindu adalah untuk menyadari kesatuan antara Atman dan Brahman dan mencapai Moksha, pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian (samsara). Moksha adalah keadaan pembebasan rohani, di mana individu menyadari identitas sejatinya sebagai satu dengan Brahman dan bebas dari segala penderitaan dan keterikatan duniawi. Proses mencapai Moksha melibatkan disiplin spiritual, meditasi, pemahaman filsafat, dan tindakan kebaikan. Dalam praktik sehari-hari, umat Hindu memuja Brahman dalam berbagai bentuk dan nama sesuai dengan kepercayaan dan tradisi mereka. Ini termasuk pemujaan terhadap dewa-dewi tertentu yang dianggap sebagai manifestasi dari Brahman yang tak terbatas. Ritual, doa, dan meditasi adalah beberapa cara yang digunakan untuk menghubungkan diri dengan Brahman. Pemujaan ini mencerminkan keanekaragaman praktik keagamaan dalam Hindu Dharma dan bagaimana berbagai bentuk dewa-dewi dianggap sebagai aspek atau representasi dari Brahman yang tak terhingga. Dalam analisis kritis, konsep Brahman menunjukkan keindahan dan kompleksitas tradisi Hindu dalam merangkul realitas yang melampaui batasan-batasan pemikiran manusia. Ia menggambarkan keterbukaan dan fleksibilitas teologis yang memungkinkan penyesuaian dan penerimaan berbagai pandangan dalam upaya memahami Tuhan Yang Maha Esa. Pada saat yang sama, konsep ini mengajukan tantangan intelektual yang signifikan karena menuntut pengakuan akan keterbatasan pemahaman manusia dan mengundang pencarian terus-menerus akan makna dan kebenaran yang lebih dalam.
      Atma adalah elemen kunci yang mencerminkan keyakinan pada jiwa individu atau roh. Pancasradha terdiri dari lima elemen utama: Brahman (keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa), Atman (keyakinan pada jiwa individu atau roh), Karma Phala (keyakinan pada hukum sebab-akibat), Punarbhava (keyakinan pada reinkarnasi atau kelahiran kembali), dan Moksha (keyakinan pada pembebasan atau pencapaian kebebasan rohani). Atma dalam Hindu Dharma adalah konsep yang merujuk pada esensi diri yang sejati, yaitu jiwa individu yang abadi dan tidak berubah. Atman dianggap sebagai inti dari eksistensi setiap makhluk hidup, yang berada di luar tubuh fisik dan pikiran. Ia adalah kesadaran murni yang merupakan bagian dari Brahman, realitas tertinggi atau Tuhan Yang Maha Esa. Atman bersifat kekal dan tidak pernah lahir atau mati, berbeda dari tubuh fisik yang mengalami kelahiran, pertumbuhan, penuaan, dan kematian. Bhagavad Gita menggambarkan Atman sebagai sesuatu yang tidak bisa dibakar oleh api, tidak bisa dibasahi oleh air, dan tidak bisa dihancurkan oleh apapun. Atman adalah kesadaran murni yang menjadi saksi yang tidak berubah dari semua aktivitas pikiran, tubuh, dan indera. Dalam filsafat Hindu, khususnya Advaita Vedanta, Atman dianggap identik dengan Brahman. Ajaran ini sering disimpulkan dalam Mahavakya seperti "Aham Brahmasmi" (Aku adalah Brahman) yang menunjukkan bahwa esensi diri individu pada akhirnya adalah satu dengan esensi Tuhan. Dalam kepercayaan Hindu, Atman terlibat dalam siklus kelahiran dan kematian yang dikenal sebagai samsara. Karena keterikatannya dengan karma (hasil dari tindakan baik dan buruk), Atman mengalami berbagai kehidupan di berbagai bentuk eksistensi. Hukum karma phala (sebab-akibat) menentukan kondisi dan pengalaman hidup berikutnya dari Atman berdasarkan tindakan di kehidupan sebelumnya. Tujuan akhir dalam kehidupan spiritual Hindu adalah mencapai Moksha, yaitu pembebasan dari siklus samsara. Moksha tercapai ketika Atman menyadari identitas sejatinya sebagai satu dengan Brahman dan membebaskan diri dari keterikatan duniawi dan karma. Pada saat pembebasan, Atman kembali ke keadaan kesadaran murni dan kebahagiaan abadi, bebas dari penderitaan dan siklus kelahiran serta kematian. Untuk menyadari dan mengalami Atman, berbagai praktik spiritual dianjurkan dalam Hindu Dharma, seperti meditasi, yoga, terutama Raja Yoga dan Jnana Yoga, Bhakti (pengabdian) dan Karma Yoga (tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri), serta studi dan refleksi terhadap teks-teks suci seperti Upanishad, Bhagavad Gita, dan Sutra-sutra filsafat Vedanta. Konsep Atman dalam Pancasradha mencerminkan kedalaman dan kompleksitas filsafat Hindu dalam memahami identitas diri dan tujuan eksistensi manusia. Konsep ini menantang individu untuk melampaui pemahaman superfisial tentang diri yang didasarkan pada tubuh dan pikiran, menuju kesadaran yang lebih dalam tentang esensi diri yang abadi dan universal. Meskipun abstrak, ajaran tentang Atman menawarkan panduan praktis untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan transendental melalui disiplin spiritual, moralitas, dan introspeksi, serta menggarisbawahi pentingnya mencari kebenaran yang melampaui realitas material dan mengarahkan diri menuju pencerahan rohani dan pembebasan akhir.
      Karma Phala, dalam konsep Pancasradha, merupakan elemen krusial yang mencerminkan keyakinan pada hukum sebab-akibat dalam agama Hindu Dharma. Pancasradha, yang terdiri dari lima unsur utama, menempatkan Karma Phala sebagai fondasi penting bersama dengan Brahman, Atman, Punarbhava, dan Moksha. Dalam pengertian harfiah, Karma Phala mengacu pada konsepsi bahwa setiap tindakan yang dilakukan individu akan menghasilkan konsekuensi atau "buah", baik dalam kehidupan saat ini maupun di kehidupan berikutnya. Prinsip dasar Karma Phala mengandalkan hukum sebab-akibat, yang menegaskan bahwa tindakan baik akan menghasilkan akibat baik, sementara tindakan buruk akan menghasilkan akibat buruk. Pentingnya tanggung jawab individu terhadap tindakan mereka ditekankan di sini, dengan setiap orang bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri, yang dipengaruhi oleh perbuatan mereka di masa lalu. Konsep ini juga mengelompokkan karma menjadi tiga jenis: Karma Sanchita, Prarabdha, dan Agami, yang masing-masing berperan dalam menentukan kondisi kehidupan individu. Karma Phala sangat mempengaruhi siklus kelahiran dan kematian (samsara) dalam Hindu Dharma, dengan kehidupan saat ini dianggap sebagai hasil dari karma prarabdha, sementara tindakan yang dilakukan dalam kehidupan ini akan membentuk kondisi kehidupan masa depan. Praktik spiritual, seperti Karma Yoga, menjadi cara untuk mengelola karma dan mencapai keseimbangan rohani, dengan tujuan akhirnya adalah mencapai Moksha, pembebasan dari siklus samsara dan penyatuan dengan Brahman, realitas tertinggi. Konsep Karma Phala tidak hanya memberikan pandangan tentang moralitas dan tanggung jawab individual, tetapi juga menantang individu untuk memahami dan mengelola konsekuensi dari tindakan mereka dalam konteks yang lebih luas dari kehidupan dan reinkarnasi.
      Punarbawa adalah konsep dalam Pancasradha, yang merupakan salah satu ajaran dalam agama Hindu. Pancasradha adalah serangkaian lima kepercayaan atau keyakinan yang penting bagi penganut Hindu. Konsep Punarbawa terkait dengan reinkarnasi atau reinkarnasi jiwa. Dalam Punarbawa, jiwa dianggap akan terus menerus menjalani proses kelahiran kembali atau reinkarnasi dalam bentuk yang berbeda-beda. Jiwa ini berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya, mengalami berbagai macam pengalaman dan pembelajaran seiring waktu. Keyakinan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kehidupan ini hanya satu bagian dari perjalanan jiwa yang panjang.Â
Punarbawa memperkuat konsep karma, yang menyatakan bahwa tindakan-tindakan individu dalam kehidupan ini akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Dengan demikian, perilaku dan tindakan di dunia ini diyakini memiliki konsekuensi di kehidupan masa depan. Punarbawa juga mencerminkan pandangan Hindu tentang siklus kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali. Menurut ajaran ini, tujuan akhirnya adalah untuk membebaskan diri dari siklus kelahiran dan kematian ini, mencapai moksha atau pembebasan dari roda siklus kelahiran dan kematian. Dalam Pancasradha, Punarbawa merupakan salah satu pilar keyakinan yang sangat penting dan membentuk dasar pemahaman mengenai sifat realitas dan eksistensi dalam tradisi Hindu.
      Moksa adalah konsep penting dalam ajaran Pancasradha, yang merupakan salah satu dari lima keyakinan utama dalam agama Hindu. Moksa mengacu pada pembebasan atau pembebasan akhir dari siklus kelahiran dan kematian (samsara), serta dari penderitaan yang terkait dengan kehidupan di dunia fisik. Dalam pandangan Hindu, siklus kelahiran dan kematian (samsara) dipandang sebagai hasil dari karma, yaitu tindakan dan perbuatan individu dalam kehidupan ini. Setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik yang baik maupun buruk, dan siklus reinkarnasi terjadi sebagai hasil dari karma tersebut. Moksa dianggap sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan spiritual. Ini merupakan keadaan di mana jiwa mencapai pembebasan mutlak dan bersatu dengan Brahman, realitas atau kesadaran tertinggi dalam kosmos menurut ajaran Hindu.Â
Dalam Moksa, jiwa tidak lagi terikat oleh siklus kelahiran dan kematian, tidak lagi terikat oleh penderitaan atau kesenangan fisik, dan mencapai keadaan penuh kesadaran dan kebahagiaan yang abadi. Untuk mencapai Moksa, seseorang harus melepaskan semua ikatan dunia, mengatasi ego dan identifikasi dengan tubuh dan pikiran, serta mencapai pemahaman yang mendalam tentang realitas sejati. Berbagai jalan spiritual (marga) dalam Hinduisme, seperti jnana marga (jalan pengetahuan), bhakti marga (jalan kecintaan), karma marga (jalan tindakan), dan raja marga (jalan meditasi), diyakini membantu individu dalam pencarian Moksa. Dalam Pancasradha, Moksa adalah salah satu dari lima keyakinan utama yang membentuk fondasi pemahaman tentang tujuan akhir kehidupan dan alam semesta dalam tradisi Hindu.
      Pancasradha, yang merupakan lima keyakinan dasar. Pancasradha menggambarkan fundamentalisme agama Hindu dalam konteks Bali, menyoroti aspek-aspek kunci yang diperlukan bagi umat Hindu Bali untuk memahami dan menerapkan ajaran agama mereka dengan benar. Lima keyakinan tersebut mencakup kepercayaan pada Tuhan, karma, kelahiran kembali, kedewaan roh, dan Tuhan dalam bentuk keberagaman manifestasi. Artikel ini memberikan wawasan tentang landasan spiritual dan filosofis dari praktik keagamaan Hindu Bali, serta bagaimana keyakinan ini memengaruhi kehidupan sehari-hari umat Hindu Bali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H