Mohon tunggu...
Dede Kodrat Alwajir
Dede Kodrat Alwajir Mohon Tunggu... -

@kodratalwajir | Presenter Carlita TV | Personal Branding Planner | Peraih Penghargaan Presenter TV Terpavorit di Ajang KPID Banten Award\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gagalnya Politik Rano

8 Februari 2016   13:55 Diperbarui: 8 Februari 2016   14:49 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca lengsernya Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, dari kursi kekuasaannya. Sampai saat ini Banten masih mengidap gajala ‘Homesick’ demokrasi. Rindu keteraturan politik, rindu stabilnya keamanan, dan rindu berjalannya ekonomi. Di akui atau tidak saat Atut memimpin, politik, ekonomi dan keamanan Banten Berjalan dengan normal. Namun, kondisi saat ini sungguh kebalikannya. Semuanya seperti berjalan lambat. Kelesuan menjadi wajah sehari-hari di daerah yang katanya gerbang investasi.

Banyak harapan yang membuncah pasca Atut lengser. Masyarakat memimpikan pemimpin yang lebih visioner untuk memperbaiki kondisi rakyat yang normal-normal saja. Masyarakat butuh lebih; kesejahteraan di segala bidang. Harapan itu tertuju ke Rano Karno yang ditunjuk sebagai Plt. Gubernur Banten. Namun seperti keluar dari mulut Harimau masuk ke mulut buaya, masyarakat sama sekali tak merasakan perbedaan apapun. Semuanya mandeg, bahkan terasa lebih mundur.

Banten di Pimpin Rano Karno, seperti meminum kopi pahit di pagi hari. Rasanya segar, tapi tak begitu nikmat dilidah. Rano kehilangan daya tarik sebagai pusat gravitasi kekuasaan. Ia belum mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memperbaiki kondisi. Ironisnya, Rano memulai pemerintahannya dari semangat pergerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok terpelajar. Karena dari kekuatan merekalah kekuatan Atut tumbang. Seharusnya Rano mampu menangkap espektasi mahasiswa dan kaum terpelajar dengan baik. Sayangnya, Rano tidak berhasil mengejewantahkan semangat reformasi mahasiswa dan kaum terpelajar kedalam semangat pemerintahannya.

Meskipun mengecewakan dan tidak mengakomodir semangat reformasi itu, alangkah lebih baik kaum mahasiswa dan kaum terpelajar yang telah melengserkan Atut, tetap menjaga Rano dengan baik. Tetap bersama merumuskan agenda-agenda reformasi Banten selanjutnya sampai akhir masa jabatannya. Dengan begitu amanat reformasi Banten pasca runtuhnya kekuasaan Atut dapat terkawal dengan baik.

Benarkah Rano Gagal?

Umur pemerintahan Rano belumlah panjang, namun sebagai warga biasa yang memiliki ekpektasi tinggi terhadap kemajuan Banten. Tentu saya boleh sumbang saran untuk menyambung rasa jalanan menembus pendopo Gubernuran. Karena kecintaan sebagai rakyat, saya mengingatkan kita semua dengan berhipotesa bahwa Rano belum berhasil memimpin Banten. Untuk mendukung hipotesa, saya uraikan dalil-dalil faktual yang dirasakan sejauh pemerintahan berjalan. Tidak bermaksud menghakimi dan memvonis. Saya hanya ingin tulisan ini menjadi bahan evaluasi untuk dijadikan landasan perbaikan.

Sejauh ini saya melihat ada lima alasan penyebab gagalnya konsolidasi politik yang mengakibatkan pemerintahan Rano tidak prima, kurang ‘gereget’ bahkan bersifat biasa-biasa saja. Apa saja yang menjadi penyebabnya, di bawah ini penulis coba menguraikan.

Pertama, melantik tersangka hukum pada jajaran Birokrasi. Memulai roda pemerintahan dengan cedera tentu sudah melanggar amanat reformasi mahasiswa yang telah membantu meruntuhkan penguasa sebelumnya. Di awal memerintah, Si Doel sudah melanggar kode etiknya sendiri sebagai pejabat pemerintah yang harus menjalankan perintah undang-undang. Melantik tersangka hukum sebagai ujung tombak birokrasi merupakan bukti bahwa akuntabilitas pemerintahannya sangat diragukan. Tadinya saya memimpikan bahwa orang-orang yang berada disekeliling Rano adalah orang yang menurut istilah Soekarno adalah ‘Zaken Kabinet’. Kabinet yang profesional, kabinet yang tidak mengandalkan klik dan nepotisme untuk menduduki sebuah jabatan. Namun kenyataannya, tidak.

Kedua, Pemecatan Sekda Kurdi Matin. Polemik ini adalah tanda sudah tidak mesranya Rano dengan kelompok-kelompok akademik dan pergerakan. Kurdi yang nota bene berasal dari Pandeglang, dikenal sangat akrab dengan pergerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok terpelajar yang sangat kritis terhadap kondisi Banten. Entah ada perseturuan apa di antara mereka sehingga pada akhirnya berujung pada pemecatan Sekda. Pemecatan ini otomatis memantik kemarahan kelompok-kelompok yang mendukung Kurdi. Terutama mereka yang berasal dari mahasiswa dan kalangan terpelajar. Namun Rano tak bergeming, Kurdi tetap dipecat.

Ketiga, Besarnya SILPA (sisa lebih penghitungan anggaran). Di tahun 2014 Silpa Banten hampir mencapai 2 Triliun. Angka yang sangat fantastis, sungguh sangat mengecewakan. Sebagai orang yang memegang kekuasaan eksekutif tertinggi di daerah. Gubernur diberikan amanah oleh undang-undang untuk menjalankan roda pemerintahan dalam hal pelaksanaan anggaran. Rano tidak dapat mendongkrak perputaran ekonomi Banten dengan anggaran yang tersedia. Akibatnya laju pertumbuhan eknomi Banten (LPE) mencapai titik terendah di tahun 2014 yaitu 5,47 persen. Dari sebelumnya LPE tahun 2011 sebesar 6,38 persen, tahun 2012 6,15 persen, tahun 2013 5,86 persen. Dengan alasan apapun, jelas ini disebabkan karena lemahnya Rano dalam memotivasi jajaran birokrasi untuk bergerak cepat menyelesaikan persoalan krusial pemerintahan. Bila belanja keuangan daerah tidak termanfaatkan dengan baik, secara otomotis roda perekenomian pun akan lamban. Ujung-ujungnya masyarakat yang dirugikan.

Keempat, Laporan keuangan mendapatkan opini disclaimer. Pada tahun 2013 dan 2014 Banten mendapatkan status opini keuangan disclaimer. Ini membuktikan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundang-undangan dan efektifitas Sistem Pengendalian Internal (SPI) tidak memenuhi standar. Dengan kata lain sistem keuangan dan pelaporannya di pemerintah provinsi Banten sangat kacau. Dalam istilah keuangan Disclaimer berarti menolak memberi pendapat (Disclaimer of Opinion). Dari sini pula kita dapat melihat representasi kepemimpinan Rano sangat lemah dalam memperbaiki manajemen keuangan daerah. Ia tidak mampu mendelegasikan arahan-arahannya sampai level terendah birokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun