Lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarno menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Berkat ketetapan ini pula, akhirnya pemilik nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, dianggap sebagai Ikon Emansipasi Wanita Indonesia. Seperti tertulis dalam sejarah, anak ke-5 dari 11 bersaudara ini mempunyai ayah yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat beliau merupakan seorang penulis muda yang punya ide cemerlang dan cukup kritis  terhadap sosial-budaya yang berkembang pada masa itu.
Saat usia Kartini menginjak 12 tahun, Kartini sudah bisa berbahasa Belanda untuk berkorespondensi dan bergaul. Ketertarikannya membaca buku, koran-koran dan majalah rilisan eropa, membuat Kartini berniat memajukan status sosial perempuan pribumi yang selalu dianggap rendah.
Kartini juga pandai bergaul, diantaranya berkenalan dengan Penasehat Pemerintah Hindia Belanda, Cristian Snouck Hurgronje. Kemudian Kartini juga berkenalan dengan J.H.Abendanon, Direktor Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan. Kertini juga berkenalan dengan Estella Zeehandelaar beliau seorang aktivis gerakan Social Democratische Arbeidersparti (SDAP).
Ketiga nama inilah yang akhirnya mempengaruhi pemikiran Kartini. Cristian Snouck dianggap Kartini sebagai seorang yang mengerti tentang Islam meski dipandang sebagai orientalis-kolonialis. Estella Zeehandelaar memperkenalkan Kartini banyak ide modern, khususnya tentangn perjuangan wanita dan sosialisme. Sementara Abendanon, sahabat korespondensi, tempat curhat dan inisiator yang mengedepankan Kartini sebagai wanita pribumi yang punya keinginan mengubah strata sosial wanita jawa dalam bentuk karya tulis yang selau disimpannya, pada masa itu.
Diantara karya tulis yang diterjemahkan oleh Armin Pane adalah Habis Gelap Terbitlah Terang. Kemudian surat-surat Kartini yang akhirnya dijadikan satu kumpulan cerita dengan judul Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya.
Selain lewat surat menyurat, aksi Kartini memperkenalkan ukiran Jepara kepada Raja Belanda sebagai kado pernikahan adalah bentuk pemikiran yang akhirnya membuat ukiran Jepara mendunia hingga saat ini.
Fakta mengenai Kartini inilah yang akhirnya menjadi lambang Emansipasi Wanita Indonesia. Kartini ingin mengangkat harkat dan martabat wanita Indonesia menjadi lebih tinggi.
Penulis : Dekih Nurhopiyah Mahasiswi STISIP WIDURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H