Paling tidak, dengan menjalani ritual Kebo-keboan, kaum tani tidak mau larut sepenuhnya dalam peradaban kimia dan mekanik dengan menyisahkan ruang dan pertemuan komunal untuk memperkuat solidaritas serta menegaskan keterkaitan kosmologis petani dengan kekuatan adikodrati. Di Olehsari dan Bakungan terdapat ritual Seblang yang ditandai dengan adegan trance penarin perempuan.Â
Di Olehsari, tari Seblang dimainkan oleh perempuan yang belum akil balik atau perempuan remaja yang tidak melanjutkan sekolah, SMP. Ritual ini dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri selama tujuh hari berturut-turut. Sementara, di Bakungan, Seblang dimainkan oleh perempuan tua yang sudah menopouse, satu minggu setelah Hari Raya Idul Adha.Â
Dalam tari Seblang, penari akan kesurupan dalam arahan seorang pawang yang mengundang ruh penjaga desa. Ia mengikuti alunan musik angklung dan gamelan yang ditabuh bertalu-talu. Sama dengan Kebo-keboan, masyarakat takut untuk tidak melaksanakan ritual Seblang karena mereka khawatir akan terjadi bencana atau penyakit yang menimpah warg desa dan mengganggu pertanian mereka.Â
Menurut Ahmad Kholil (2010), Seblang memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan agraris masyarakat Using. Pertama, sebagai sarana untuk bersih desa. Warga Olehsari dan Bakungan melakukan bersih desa beberapa hari menjelang ritual. Kedua, sebagai sarana untuk memohon kesuburan.Â
Melalui adegan trance penari, roh-roh halus utusan Sang Pencipta akan datang dan ikut memanjatkan doa agar usaha pertanian masyarakat diberikan kesuburan dan keberhasilan panen.Â
Ketiga, sebagai sarana untuk penyembuhan penyakit. Pada waktu penari sedang duduk beristirahat, pendamping lelaki akan menerima air dalam gelas yang disodorkan warga. Si pendamping kemudian membisikkan nama orang yang sakit kepada penari. Penari menunduk sejenak dengan memegang gelas yang berisi air.Â
Setelah itu si Seblang memetik daun pisang muda atau bunga yang ada di  omprok (mahkota penari) untuk dimasukkan ke dalam gelas, baru kemudian diserahkan kembali kepada yang meminta. Adapun cara pengobatannya, air tersebut diminumkan kepada penderita atau dioleskan pada bagian-bagian tubuh yang sakit.Â
Keempat, sebagai sarana untuk menghormati leluhur yang telah membabat alas dan membuka desa sehingga bisa dijadikan tempat tinggal secara turun-temurun sampai sekarang.
Menarik kiranya untuk menelaah perbedaan pelaku dan waktu pelaksanaan Seblang di Olehsari dan Bakungan. Perbedaan pertama berangkat dari konsepsi kesucian sebagai simbol dari kesuburan. Bagi masyarakat Olehsari, perempuan yang suci adalah perempuan yang belum akhil balik dan tidak melanjutkan sekolah.Â
Sementara, di Bakungan, perempuan suci adalah perempuan yang tidak lagi mengeluarkan darah haid, menopouse. Perbedaan konsepsi kesucian dan waktu ini biasanya dilarikan ke asal-muasal perintah untuk melakukan ritual Seblang yang berasal dari bisikan ghaib.Â