Bahkan, dijadikannya Pancasila sebagai materi pelajaran sekolah dan matakuliah di perguruan tinggi, tidak bisa menjadi jaminan bagi implementasi nilai-nilai Pancasila ketika proses pembelajarannya monoton dan tidak kontekstual.
Apalagi kalau pemerintah saat ini membuat tafsir tunggal nilai-nilai Pancasila sebagaimana dilakukan pemerintah Orde Baru, pasti banyak warga negara yang menolak karena mereka tidak ingin mengulangi peristiwa traumatik di masa lalu.
Alternatif Bernama Jalan Kebudayaan dari Desa
Sebagaimana saya singgung di awal bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari sari pati bumi Indonesia. Artinya, kita bisa menemukan teladan dalam kehidupan bermasyarakat yang memiliki spirit ke-Pancasila-an. Masyarakat desa adalah salah satu entitas yang bisa kita jadikan rujukan untuk menggali nilai-nilai Pancasila.
Selain itu, dari masyarakat desa kita bisa menemukan model alternatif untuk membumikan Pancasila. Meskipun kita tidak bisa lagi menempatkan desa sebagai kawasan romantis karena bermacam perubahan ekonomi, sosial, dan budayanya, setidaknya, kita masih bisa menemukan nilai-nilai kemanusiaan, ketuhanan, kekeluargaan, persatuan, dan keadilan.
Dari mana kita bisa menemukannya? Salah satunya dari kebudayaan. Bagaimana bisa kebudayaan desa bisa menjadi rujukan dan menyediakan model alternatif untuk membumikan nilai-nilai Pancasila?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita membuka UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. UU ini merupakan upaya konstitusional pemerintah untuk memberikan landasan dalam upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan ragam budaya, baik yang dilakukan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun desa.
Sebagai produk konstitusional, UU ini bisa dikatakan menawarkan rujukan-rujukan yang sangat bagus ketika pemerintah maupun masyarakat umum ingin mengembangkan dan memanfaatkan keragaman budaya.
Dari ragam objek pemajuan kebudayaan (OPK) dan usaha-usaha untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, dan membina kebudayaan itulah kita bisa menemukan rujukan untuk menggali sekaligus memformulasi model pembumian nilai-nilai Pancasila.
Itulah yang disebut sebagai jalan kebudayaan untuk membumikan Pancasila. Artinya, kita bisa menciptakan mekanisme kontekstual untuk menyebarluaskan dan membumikan nilai-nilai Pancasila dengan menggunakan ragam budaya, baik dalam bentuk nilai, praktik, karya ekspresif, maupun orientasi berpikir.
Jalan kebudayaan tidak mendasarkan aktivitas pembumian Pancasila melalui indoktrinasi kepada generasi muda dan warga masyarakat karena terbukti cara seperti itu hanya menghasilkan subjek penghafal tetapi sulit dalam menerapkan.