Bambu merupakan tumbuhan yang memiliki banyak fungsi dalam kehidupan manusia dan lingkungan. Bambu cocok untuk bahan rumah dan perabot rumah tangga, pengganti mebel kayu, dan desain konstruksi. Zat tertentu dari bambu juga bermanfaat untuk obat dan komposisi kimia.Â
Di Jember, bambu tumbuh di pekarangan, kebun, ladang, hutan, dan sempadan sungai. Penggunaan bambu dalam jumlah besar untuk keperluan rumah tangga, membangun rumah, dan alih fungsi lahan bambu untuk proyek pembangunan berkontribusi pada berkurangnya luasan dan rumpun bambu di Jember.Â
Berkurangnya luas lahan dan bambu, selain berdampak pada kelangkaan material untuk rumah dan perabotan rumah tangga, juga berdampak pada permasalahan lingkungan berupa bahaya longsor dan berkurangnya sumber air.
Untuk mengkampanyekan pentingnya melestarikan bambu, pada September 2020, para seniman yang tergabung dalam Dewan Kesenian Jember (DeKaJe) menciptakan dan menggelar pertunjukan kolaboratif, Rokat Bambu. Pertunjukan ini disutradari oleh Sulistyowati, koreografer dan aktivis seni Jember.
Mereka menggelar pertunjukan ini dengan memadukan tarian, ritual, mamaca (tembang tradisional Madura yang mengadopsi macapat Jawa) dan musik glundengan (seperangkat alat musik yang terbuat dari pohon nangka berbentuk seperti gamelan).
Pertunjukan yang direkam disebarluaskan melalui Youtube ini berlangsung di kawasan kebun bambu di Jambuan, Desa Antirogo, Kabupaten Jember. Rokat adalah istilah Madura yang berarti ritual membuang berbagai sengkala kehidupan manusia.Â
Jadi, Rokat Bambu berarti ritual dan pertunjukan yang mengajak anggota masyarakat untuk merawat bambu agar terhindar dari musibah dan kesulitan. Sutradara pertunjukan ini adalah Sulistyowati, seorang koreografer wanita senior Jember. Penarinya terdiri dari tiga orang penari remaja putri, dua orang seniman mamaca, dan lima orang pemusik glundengan.
Sebelum pertunjukan, dua seniman mamaca mengadakan ritual dengan doa-doa Islam. Mereka membakar dupa untuk lebih fokus berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Â
Ritual ini merupakan doa agar pertunjukan berjalan dengan lancar. Ini juga merupakan upaya untuk membangun hubungan harmonis dengan makhluk lain yang dikirim oleh Tuhan untuk melindungi papring (rumpun bambu).Â
Makna kultural tersebut menunjukkan bahwa tuduhan syirik untuk ritual adalah salah. Apalagi ritualnya menggunakan doa yang mengikuti tuntunan Islam. Praktik sinkretis ini membuktikan bahwa Muslim Madura di Jember memiliki kelenturan dalam menjalankan agamanya dengan bingkai budaya.Â