Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat

29 Juli 2022   04:00 Diperbarui: 29 Juli 2022   19:44 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ritual Tari Seblang di Desa Bakungan, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (12/10/2014) malam.(KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI)

Hal itu juga sejalan dengan perjuangan masyarakat adat di negara-negara lain, di mana mereka menggunakan kekuatan adat dan komunal untuk berkonfrontasi dan melawan kekuatan-kekuatan dominan yang mengeksploitasi wilayah dan menyebabkan kerusakan ekologis dan ruang hidup (Enchave, 2005; Triscritti, 2013; Tetreault, 2015; Janzen, 2017;  Prause & Billon, 2020; Fernandez, 2020). 

Bahkan, para perempuan adat juga mengambil peran strategis dalam perlawanan terhadap praktik ekstraktif pertambangan (Jenkins & Rondn, 2015; Binoy, 2017).

Tentu saja, para penggiat adat di Indonesia tidak harus meniru secara mutlak perjuangan dan perlawanan di atas karena ada kondisi dan konteks yang berbeda. 

Setidaknya, para penggiat adat di Indonesia perlu untuk mengadopsi semangat dan energi perjuangan yang dilakukan para pejuang adat di negara-negara lain karena kekuatan-kekuatan dominan sejatinya akan terus bergerak ke wilayah-wilayah yang bisa terus di-eksploitasi. 

Memperkuat karakteristik ke-adat-an memang perlu untuk terus menegosiasikan dan memperkuat lokalitas masyarakat di tengah-tengah modernitas dan semarak pariwisata. Namun, memberdayakan ke-adat-an untuk berpikir dan bertindak strategis dalam menghadapi berbagai permasalahan yang diakibatkan kekuatan dominan-eksploitatif tentu tidak kalah pentingnya karena itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup dan budaya.

RUJUKAN 

Binoy, Parvathy. (2017). Darly And Her Battle With The Sand-Mining Mafia: Tracing A Feminist Geopolitics Of Fear In The Production Of Nature. Human Geography, 10(2), 37-53.

De Echave, Jos. (2005). Peruvian peasants confront the mining industry. Socialism and Democracy, 19(3), 117-127. http://dx.doi.org/10.1080/08854300500257930.  

Fernandez, Gisela V.R. (2020). Neo-extractivism, the Bolivian state, and indigenous peasant women's struggles for water in the Altiplano. Human Geography, o(o), 1-13. http://doi.org/10.1177/1942778620910896.

Henley, David & Jamie S. Davidson. (2010). Pendahuluan: Konservatisme radikal-Aneka wajah politik adat. Dalam Jamie S. Davidson, David Henley, & Sandra Moniaga (Ed). Adat dalam politik Indonesia. (Penerjemah Emilius O. Kleden & Nina Dwisasanti). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia bekerjasama dengan KITLV-Jakarta.  

Janzen, David W. (2017). Subject to a new law: historicizing rights and resistance in Maya anti-mining activism. Identities. http://dx.doi.org/10.1080/1070289X.2017.1305220.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun