Dalam sebuah lagu dangdut yang cukup populer, Layang Sworo, terdapat lirik yang begitu menyentuh: layang sworo ra isa ngobati/rasa kangen marang sliramu, “suara lewat telepon/ tidak bisa mengobati rasa kangen kepada dirimu.”
Lirik tersebut secara apik menjelaskan betapa bermacam sarana komunikasi canggih seperti telepon berteknologi android sekalipun tak mampu menuntaskan rindu kepada seseorang.
Kalau belum berjumpa secara langsung, belum terpuaskan dahaga rindu. Mengapa demikian? Karena dalam perjumpaan terdapat atmosfer dan peristiwa yang mempertemukan dan menumpahkan semua kerinduan terhadap banyak peristiwa dan kenangan yang pernah berlangsung.
RINDU YANG HARUS DITUNTASKAN
Begitupula tradisi mudik menjelang lebaran. Banyak warga yang tinggal di kota rela menempuh perjalanan yang begitu jauh disertai dengan bermacam permasalahan di tengah jalan hanya untuk berjumpa orang tua, keluarga, kerabat, dan teman di desa.
Jauhnya jarak bukan menjadi halangan berarti bagi para pemudik, karena perjumpaan fisik secara langsung dengan keluarga menjadi keutamaan yang tidak bisa diukur lagi dengan bermacam materi.
Apalagi, bagi mereka yang karena pandemi belum pernah mudik, pasti akan benar-benar berjuang, dalam kondisi apapun, untuk pulang ke desa.
Orang tua, kerabat, dan teman di tanah kelahiran/tanah leluhur merupakan faktor utama yang mendorong kita menjalani mudik.
Peristiwa-peristiwa masa lalu, ketika kita mengenal dunia di usia kanak-kanak hingga kita memutuskan untuk meninggalkan desa, akan membeku sebagai ingatan yang terus dibawa kemanapun kita merantau dan berada, baik untuk kepentingan sekolah, pekerjaan, maupun rumah tangga.
Bagaimana orang tua memperjuangkan dan membahagiakan kita sebagai anak serta bagaimana kita bermain dengan kerabat dan kawan-kawannya merupakan kenangan abadi yang akan selalu dirindukan kehadirannya.