SENYUMMU MASIH DI SINI
Senyummu masih di sini, menyatu dalam akar dan daun. Memberi berjuta arti, bersama embun membuka pagi. Salam doa terbaik, Sayang, mengalun menemanimu. Harum tanah, kembang, dan bambu, riang berdendang untukmu.Â
Ragamu memang beranjak, menari dalam mantra sang bumi. Menuju cinta abadi, semesta membuka gerbang hati. Tenang-tenanglah kau di sana, temukan banyak cerita. Rindu kami tak pernah sirna, mengirim sajak terindah.Â
Angin gunung kan berhembus, mencumbu segala kenangan. Menyemai senyum dan harapan. Melingkar kami di sini, tumbuh bersama nurani. Memeluk alam dan sesama.
Lihatlah, langkah kecil kami. Menebar benih-benih kasih. Inilah cinta yang kau beri. Bersemi dalam sanubari.Â
Catatan tentang puisi dan lagu ini:
Puisi dan lagu ini saya persembahkan untuk mengenang setahun lebih kepergian MUSA IBN HASSAN PEDERSEN (21 Maret 2004- 26 Desember 2020), putra semata wayang Mbak Dwi Pertiwi (Yuk Wiwik), senior saya waktu kuliah S1 di Universitas Jember.Â
Musa meninggalkan ibu dan semua yang mencintainya. Ia menghadap Tuhan Sang Pengasih setelah sekian lama dibersamai CELEBRAL PALSY. Â
Yuk Wiwik sudah berusaha keras untuk memberikan yang terbaik demi kehidupan Musa. Hasil kerjanya di bidang ekspor bahan pangan organik didedikasikan untuk kesehatan Musa. Yuk Wiwik bahkan membawanya berobat ke luar negeri. Dengan terapi ganja medis, Musa mengalami perkembangan yang cukup lumayan. Â
Sayangnya, sekembali ke tanah air, Yuk Wiwik mengalami kendala karena pemerintah RI belum melegalkan ganja untuk keperluan medis. Bersama para ibu yang anak-anaknya membutuhkan terapi medis berbahan ganja, Yuk Wiwik mengajukan judicial review agar pemerintah melegalkan ganja untuk keperluan medis. Meskipun membutuhkan perjuangan berat, mereka terus berusaha. Banyak pihak yang mendukung.
Kepergian Musa terus menginspirasi banyak pihak untuk memberikan perhatian lebih kepada penderita celebral palsy. Kepada para ibu yang terus memperjuangan anak-anak mereka, senyum kalian adalah kekuatan yang menggetarkan semesta.