Dalam pandangan Morgan, salah satu tantangan terbesar terkait konsep komunitas tutur sebagaimana dirumuskan ulang di atas berasal dari sosiolinguistik dan studi bahasa creole. Hal ini tidak mengherankan karena sosiolinguistik merupakan studi tentang variasi bahasa dan identifikasi ciri-ciri yang secara sistematis berbeda dari ragam lain.Â
Demikian pula, studi bahasa creole harus bergeser melalui sistem kontak bahasa untuk menentukan apakah sebuah bahasa cukup berbeda dari semua bahasa lain yang ada untuk disebut sebagai bahasa itu sendiri. Jadi, kedua bidang fokus pada perbedaan di antara dan di dalam komunitas tutur yang dihasilkan dari diskriminasi dalam hal kelas, jenis kelamin, ras, dan penaklukan kolonial.Â
Di bidang yang terkenal karena menyatakan bahwa perbedaan antara bahasa dan dialek adalah siapa yang mengontrol kekuasaan, orang bisa memprediksi bahwa parameter sosial, budaya, dan politik dari komunitas tutur akan melanggar metodologi sosiolinguistik yang seringkali apolitik.
William Labov (1972) dalam gagasannya tentang komunitas tutur fokus pada relasi kategori sosiologis seperti ras, kelas, dan jenis kelamin dengan variasi dalam penggunaan bahasa. Menurutnya, komunitas tutur tidak ditentukan oleh kesepakatan yang ditandai dalam penggunaan elemen bahasa, seperti halnya dengan partisipasi dalam seperangkat norma bersama.Â
Selain itu, Labov menemukan bahwa meskipun norma-norma ini seringkali bertentangan dengan standar prestise, tidak berarti bahwa penutur di dalam dan di luar komunitas tidak menggunakannya. Sebaliknya, perlu mempertimbangkan nilai mereka dalam konteks sosial. Â
Menurut Guy (1988), salah satu alasan mengapa norma umum menjadi bagian dari definisi komunitas tutur adalah bahwa keberadaan mereka digunakan untuk menjelaskan salah satu temuan penting sosiolinguistik mengenai variasi menurut kelas dan gaya, yaitu bahwa variabel linguistik yang sama terlibat dalam diferensiasi kelas sosial dan gaya bicara.
Sebaliknya, Milroy & Milroy (1992) percaya bahwa perbedaan sikap terhadap varietas di dalam dan di antara komunitas tutur tertanam dalam metodologi kelas sosial alih-alih dalam stratifikasi sosial komunitas tutur itu sendiri. Mereka berpendapat bahwa dalam gagasan Labov tentang komunitas tutur dalam sosiolinguistik, norma evaluasi bersama juga merupakan norma yang sangat linguistik yang melambangkan perpecahan di antara mereka.Â
Alih-alih mencerminkan keyakinan umum, mereka menegaskan bahwa temuan Labov lebih mudah ditafsirkan sebagai bukti konflik dan perpecahan tajam dalam masyarakat alih-alih sebagai bukti konsensus. Artinya, kita tidak mungkin menelaah sebuah komunitas tutur dalam perspektif "damai-damai saja", karena di dalamnya kita bisa menemukan banyak persoalan, ragam, pengaruh kelas, dan kepentingan.
Namun, komunitas tutur memang bisa saja memiliki konsensus tentang perpecahan dan menggunakan simbol yang sama untuk mencerminkan opini yang kompleks dan beragam tentang perpecahan dan untuk menghasilkan konsensus. Artinya, dimungkinkan untuk merepresentasikan pandangan tentang pilihan variabel melalui suatu bentuk konsensus, dan variabel dapat memiliki nilai yang berbeda tergantung pada konteks sosial dan budaya tanpa merepresentasikan konflik.Â
Komunitas tutur Afrika-Amerika, misalnya, menganggap konyol seorang profesional yang menggunakan bahasa Inggris Afrika-Amerika (African-American English, AAE) dalam kesempatan formal kecuali jika dilakukan dengan sengaja untuk menyampaikan suatu maksud.Â
Selain itu, percakapan di antara anggota kelas menengah sering kali menyertakan peniruan penutur bahasa Inggris Afrika-Amerika dalam suasana formal untuk menandakan bahwa pendengar di luar komunitas tutur mereka adalah orang-orang fanatik. Hal itu berlangsung pula dalam alih kode, dari bahasa minoritas ke bahasa mayorita, yang bersifat kondisional dan fleksibel, sesuai dengan kepentingan.