Dengan mengatur penggunaan bahasa yang sebenarnya oleh orang-orang untuk mendeskripsikan masalah linguistik (misalnya awal yang salah, kesalahan, dll.), Komunitas tutur tiba-tiba berisiko menjadi tempat pembuangan sampah untuk puing-puing linguistik (apa yang tersisa setelah analisis teoretis selesai).Â
Menyelamatkan Komunitas Tutur
John Gumperz (1968, 1972a, 1972b) menghidupkan kembali konsep komunitas tutur dengan menimbangnya sebagai konstruk sosial. Menurut Gumperz, komunitas tutur merupakan sekumpulan manusia yang dicirikan oleh interaksi teratur dan sering melalui seperangkat tanda-tanda verbal dan berangkat dari kelompok yang sama serta berbeda dengan kelompok lain secara signifikan dalam penggunaan bahasa.Â
Komunikasi tatap muka yang memungkinkan berlangsungnya interaksi dan kontak yang konsisten, berulang, dan dapat diprediksi diperlukan untuk keberadaan komunitas tuturan. Dia berpendapat bahwa terlepas dari persamaan dan perbedaan linguistik, ragam tutur yang digunakan dalam komunitas tutur membentuk suatu sistem karena mereka terkait dengan seperangkat norma sosial.Â
Rumusan ini bisa memasukkan penelitian sosiolinguistik tentang kelompok sosial di wilayah perkotaan dan menyusun-kembali gagasan komunitas tutur untuk memasukkan lebih dari sekedar bahasa dan batas bahasa, tetapi juga nilai, sikap, dan ideologi tentang bahasa.Â
Maka, konsep komunitas tutur yang awalnya berfokus pada sistem, hubungan, dan batas-batas bahasa, diperluas untuk mencakup gagasan representasi sosial dan norma dalam bentuk sikap, nilai, kepercayaan, dan praktik serta gagasan bahwa anggota komunitas tutur menggunakan bahasa mereka sebagai produk sosial dan budaya.
Dell Hymes (1964) berusaha melengkapi pemikiran Gumperz dengan memosisikan komunitas tutur sebagai konsep dasar untuk hubungan antara bahasa, ucapan, dan struktur sosial. Dia menganggap pertanyaan tentang batas-batas penting untuk mengenali bahwa komunitas menurut definisi bukanlah unit yang tetap.Â
Faktanya, model etnografi komunikasi Hymes menyatakan pentingnya "kompetensi komunikatif", pengetahuan yang harus dimiliki penutur untuk berfungsi sebagai anggota kelompok sosial. Kompetensi komunikatif didasarkan pada penggunaan bahasa dan sosialisasi dalam budaya dan seseorang bisa mengetahui tata bahasa dan kesesuaian di seluruh tindak tutur dan peristiwa yang dievaluasi dan dikuatkan oleh orang lain.Â
Kompetensi merupakan keterhubungan antara bahasa dengan kode lain perilaku komunikatif. Konsep ini  menggantikan gagasan bahwa bahasa merupakan komunitas tutur dengan kode kepercayaan dan perilaku tentang bahasa dan wacana dan pengetahuan tentang cara menggunakannya.
Bagi Morgan diskusi tentang dialek dan pengertian tentang standar serta batas yang kaku dan tumpang tindih antarkomunitas tidak memasukkan analisis tentang kondisi sosial dan politik yang dicerminkan oleh komunitas tutur. Akibatnya, sifat dari apa dimaksukan kontak dalam hal kekuasaan dan representasi tetap berada di ruang pinggir analisis komunitas tutur.
Sosiolinguis dan Aktor SosialÂ