Sementara pencetusnya berasal dari Karibia, Amerika Latin, dan komunitas kulit hitam New York dan New Jersey, mereka bersatu dalam praktik budaya Afrika-Amerika di mana norma dan nilai dikomunikasikan melalui simbol dan praktik khusus dan sering berupa ritual alih-alih melalui lembaga eksplisit.Â
Praktik-praktik ini secara sederhana disebut sebagai WORD, sehingga setiap budaya yang mengadopsi hiphop harus memasukkan ideologi bahasa Afrika-Amerika. Ini tidak berarti bahwa kaum muda termasuk dalam satu komunitas tutur dunia. Tetapi ini berarti, identitas mereka terikat pada kekuatan yang berasal dari wacana dan sistem representasi bersama.
Dengan modernitas, aksesibilitas yang sebelumnya menjadi batas-batas nasional dan budaya telah mengakibatkan orang-orang dari luar budaya-budaya ini menyesuaikan diri dengan bahasa komunitas tutur yang tidak memiliki hubungan sosial atau budaya yang mereka miliki.Â
Faktanya, konflik budaya dapat muncul ketika mereka yang akrab dengan komunitas di mana mereka mungkin tidak berbagi keanggotaan menggunakan bahasa atau jargon untuk penekanan, permainan, atau untuk menyelaraskan dengan identitas "luar" dalam batas-batas komunitas mereka sendiri.Â
Dalam hal ini gaya berbicara dapat langsung diidentifikasi sebagai milik komunitas tertentu, tetapi norma nilai dan harapan komunitas sumber tidak menyertainya. Terlebih lagi, kata-kata dan ungkapan dapat digunakan di luar konteks dan dengan cara yang dianggap tidak pantas dan menyinggung.
Diakui atau tidak, peneliti komunitas tutur memiliki tugas yang sangat sulit karena tugas mereka seringkali membedakan komunitas penutur alih-alih mengidentifikasi cara kerja komunitas tutur. Para peneliti harus menghindari mempromosikan "komunitas tafsir" karena mereka memasarkan diri mereka sendiri sebagai ahli dengan mengorbankan mengenali kompleksitas dalam komunitas tutur.Â
Tantangan ini akan meningkat ketika komunitas semakin memperluas akses satu sama lain dan kemudian meningkatkan kompleksitas. Maka, penting bagi para peneliti untuk mengenali komunitas tutur dalam termanya sendiri dan terbuka terkait metodologi, hubungan, dan minat mereka.
Komunitas tutur bukanlah konsep yang sudah terurai gamblang dalam hubungannya dengan konflik, situasi kompleks, dan pergeseran identitas. Mengikuti pemikiran Hall (1996) bahwa wacana adalah tentang produksi pengetahuan melalui bahasa. Namun, wacana itu sendiri dihasilkan oleh praktik diskursif; praktik menghasilkan makna.Â
Karena semua praktik sosial mengandung makna, semua praktik memiliki aspek diskursif. Jadi, wacana masuk ke dalam pengaruh semua praktik sosial. Alih-alih mempermasalahkan gagasan komunitas tutur, beragam konflik justru menonjolkan kontribusinya untuk mengeksplorasi hubungan antara bahasa dan identitas, politik dan masyarakat.Â
Mengapa demikian? Dari konflik-konflik itulah kita bisa membaca secara lebih serius bagaimana istilah, jargon, atau ungkapan tertentu bisa membentuk keterikatan dan kesadaran atau, bahkan, memunculkan permasalahan bagi individu dalam sebuah komunitas tutur ketika terjadi masalah atau komunikasi dengan komunitas tutur lain.Â
Atau, di tataran internal komunitas tutur sendiri bisa terjadi bermacam masalah yang bisa memperlemah ataupun sebaliknya, memperkuat ikatan antara individu dengan bahasa dan anggota komunitas.