Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Konvoi Mobil Mewah: Ke(tidak)adilan dan Absurditas dalam Bernegara

29 Januari 2022   15:35 Diperbarui: 29 Januari 2022   15:47 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Dok. TMC Polda Metro Jaya via Kompas.com

Sebagai pendidik sekaligus orang tua dan warga negara, saya seringkali merasa sedih, melihat masih banyaknya ketidakadilan sosial di tengah-tengah masyarakat. Ironisnya, pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam proses pembelajaran. Salah satu sila yang mendapatkan perhatian lebih adalah "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia."

Sila ini menjadi acuan untuk seluruh penyelenggara dan warga Republik ini untuk terus dan selalu melakukan tindakan adil, baik dalam lingkup keluarga, komunitas/masyarakat, maupun bangsa. Keadilan mensyaratkan kesetaraan bagi semua warga negara, tanpa memandang kekayaan dan jabatan. Seandainya keadilan bisa terwujud, maka kehidupan bermasyarakat dan berbangsa bisa berjalan sesuai dengan dicita-citakan oleh kita semua. 

Dalam setiap kesempatan menemani belajar anak-anak, saya dan istri juga harus memberikan contoh-contoh sederhana tentang pengamalan Pancasila agar mereka bisa memahami dan, akhirnya, mau menjalaninya dalam kehidupan sehari-hari. Kami meyakini, kelima sila Pancasila memiliki nilai dan ajaran yang sangat positif dan bermanfaat bagi kehidupan anak-anak kami sebagai generasi penerus.

Demikian pula ketika mengajar tema dinamika sosial dan budaya, isu-isu ketidakadilan menjadi bahasan agar mahasiswa bisa memahami dan diharapkan mau menjalankan perjuangan untuk ikut berkontribusi dalam menghadirkan keadilan, utamanya untuk warga negara yang selama ini kurang beruntung dalam proses bernegara.

Namun, ketika masih banyak aparat negara berbuat tidak adil dalam menangani persoalan dalam masyarakat, bukankah itu menjadi titik balik yang menghancurkan idealisasi pendidikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa di Republik ini. Tidak hanya kasus-kasus besar terkait konflik lahan antara rakyat dengan pemerintah dan swasta dan konflik pertambangan, tetapi juga kasus-kasus kecil yang sering mengemuka ke publik dan mengusik rasa keadailan.

Contoh terakhir yang sedang trending di media sosial dan melukai cita-cita luhur tersebut adalah pelanggaran konvoi mobil mewah di toll Andara di mana polisi hanya memberikan teguran dan arahan karena pemilik mobil kooperatif dan mengakui kesalahan (https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/25/08101671/konvoi-mobil-mewah-berkendara-pelan-dan-ambil-dokumentasi-di-tol-tak?page=all). 

KESALAHAN KONVOI MOBIL MEWAH

Tentu, konvoi mobil mewah tidak salah. Artinya, mereka yang bisa membeli mobil mewah juga berhak berkonvoi, sepertihalnya pemilik motor melakukan touring dari satu kota ke kota lain. Namun, ketika terjadi pelanggaran, sudah seharusnya aparat yang berwenang melakukan tindakan sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan yang berlaku. 

Meskipun sempat menolak tuduhan bahwa mereka melanggar aturan lalu-lintas, pada akhirnya mereka tidak bisa mengelak. Bahkan, menurut catatan Autofun, mereka melakukan beberapa pelanggaran yang bisa berimplikasi kepada proses hukum kalau memang polisi mau memrosesnya (https://www.autofun.co.id/berita/sempat-menyanggah-ternyata-konvoi-mobil-mewah-yang-distop-polisi-di-tol-andara-terbukti-lakukan-banyak-pelanggaran-40142). 

Pertama, melanggar batas kecepatan minimum di jalan toll, yakni 60 km/jam. Hal ini berarti melanggar Pasal 21 Ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaran jenis ini, sesuai Pasal 287 Ayat 5, bisa dikenai pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp. 500.000. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun