Dalam kehidupan nyata, para penegak hukum yang diberikan tugas khusus memberantas korupsi bisa memaksimalkan fasilitas negara untuk menjalankan aksi mereka. Dukungan publik terhadap usaha pemberantasan tersebut akan menjadi energi luar biasa untuk "menyalakan api keadilan di tengah-tengah badai korupsi".
Lebih dari itu, diproduksinya kedua drama tersebut merupakan komitmen, tanggung jawab, dan keterlibatan historis para kreator drama televisi terhadap masalah serius yang melanda bangsa mereka.
Pilihan itu sekaligus menunjukkan bahwa karya seni bukan sekadar merefleksikan keadaan nyata, tetapi ikut terlibat aktif dalam mengkonstruksi wacana dan pengetahuan kepada publik, sehingga mereka tahu bagaimana harus bersikap terhadap korupsi.
Kalau masalah korupsi dan bermacam variannya hanya disampaikan melalui buku-buku pelajaran dan bermacam mimbar akademis, tentu akan cepat menghadirkan kejenuhan karena biasanya sangat dogmatis.
Memasukkan unsur komedi ke dalam kedua drakor tersebut merupakan usaha para kreator untuk menjadikan tontonan dinamis dan asyik, tidak monoton. Harapannya, para penonton bisa menikmati sampai akhir episode.
Apa yang terpenting adalah generasi muda dan penikmat lainnya mendapatkan pesan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi adalah musuh bersama yang harus diperhatikan secara serius dan komprehensif.
Semua pihak harus berperan aktif, dari orang tua, guru, dosen, hingga para kreator yang bekerja di industri kreatif. Drama televisi dan film memiliki peran penting karena banyaknya penikmat di Korsel maupun negara-negara lain.
Asumsinya, semakin banyak warga yang menonton, semakin mudah mobilisasi kesadaran massa tentang bahaya korupsi. Di sinilah signifikansi keterlibatan kreatif drakor dalam menyebarluaskan semangat anti-korupsi.
Keberanian kreatif para kreator drakor untuk mengangkat kasus korupsi ini patut dijadikan model dalam pengembangan industri kreatif, khususnya perfilman dan pertelevisian.
Sangat disayangkan, para kreator sinetron Indonesia masih terlalu asyik dengan isu-isu percintaan dan konflik rumah tangga sampai beratus episode. Alasan klisenya adalah penonton masih menggemari topik cinta dan konflik rumah tangga.
Tentu saja alasan tersebut menjadikan kualitas hiburan di Indonesia semakin menyedihkan karena mereka hanya berurusan dengan kepentingan komersial dan mengabaikan keterlibatan kreatif dan historis terhadap masalah korupsi yang masih akut di republik ini.