RINDU YANG WAJAR
Rinduku rindu yang wajar:Â
rindu kepada senyum manusia di sebuah panggung, disaksikan wajah-wajah menjaga gelisah; dihayati mimpi-mimpi menerobos waktu.
Pada jarak terlalu lelah dijalani, rindu adalah perjuangan menelusuri senyap raga yang dicekam kebahagiaan tak berani berujar. Rindu adalah keinginan menemukan ingatan-ingatan yang dikawal malaikat tak bernama; direkam dalam malam-malam panjang ketika seteguk demi seteguk kebahagiaan mengantarkan lelap tidur menjelang embun.
Ahhhhhh....
Kita pernah bermain, Kawan: bersama pantulan demi pantulan cahaya menembus kering tenggorokan orang-orang berharap.Â
Kita pernah menari: bersama denting demi denting gamelan terlalu liar untuk kita hayati.Â
Kita pernah berpuisi: bersama tumpukan kata menggunung ketika manusia membunuh cinta.Â
Kita pernah bersenandung: ketika nada-nada indah mengutuk hidup menusuk kesadaran menguap
Kini, mari kita melingkar, Kawan. Bukan menangis bukan pula bernostalgia. Mari kita sematkan rindu pada rajutan energi di tengah sunyi yang tak tersampaikan, bahkan oleh ucapan demi ucapan di depan kelas. Mari kita tersenyum untuk mimpi-mimpi yang disematkan pada tahun demi tahun dalam ikrar disaksikan cahaya merah dari timur.
Pada sebuah panggung, kita menyaksikan kata demi kata tak lagi dibutuhkan ketika mereka digantikan senyap dedaunan kering dan rerumputan yang tengah bercerita romansa.