Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

25 Tahun Berkuasanya Ratu Wilhelmina: Pesta Rakyat Besuki dalam Foto Kolonial

1 November 2021   19:48 Diperbarui: 1 November 2021   20:04 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura Mahkota Ratu di Alon-alon Situbondo. Dok. Leiden University

Sebagai penguasa Belanda yang memiliki wilayah jajahan di belahan dunia lainnya, termasuk Hindia Belanda, Ratu Wilhelmina tidak hanya memiliki kuasa ekonomi dan politik, tetapi juga kultural. Kekuasaan Ratu yang naik tahta sejak 1898 ini menjadikan aparatus kolonial di Hindia Belanda berusaha memberikan penghormatan, bukan hanya dengan cara menghasilkan kekayaan ekonomi dan memperluas pengaruh politik yang tentu akan memperkuat kekuasaan Kerajaan, tetapi juga melalui ekspresi budaya.

Tahun 1923 merupakan perayaan perak, dua puluh lima tahun berkuasanya Ratu Wilhelmina di Belanda dan seluruh wilayah jajahannya. Di wilayah Karesidenan Besuki, penguasa kolonial mengggelar bermacam acara yang melibatkan aparat pemerintah, pengusaha, seniman, siswa, guru dan warga masyarakat biasa. Pesta rakyat dilakukan untuk mengungkapkan kegembiraan, rasa syukur, serta memberikan penghormatan dan doa kepada Kanjeng Ratu nun jauh di Eropa. 

Meskipun Ratu dan keluarganya berada cukup jauh, energi kekuasaannya harus tetap dijadikan "penuntun dan penggerak hidup" di wilayah jajahan. Lebih dari itu, pelibatan warga masyarakat secara luas bisa dibaca sebagai usaha untuk menghadirkan kuasa kerajaan dan kolonial dalam kehidupan kultural, tanpa harus menimbulkan ketakutan.

Berdasarkan foto-foto dari Digital Collection Leiden University Libraries yang bisa saya akses, di Situbondo, Bondowoso dan Jember, beragam acara kesenian dan budaya digelar serta terbuka untuk publik. Keberagaman etnis dan budaya pun menjadi warna dominan perayaan tersebut. Melalui pesata rakyat itulah penguasa kolonial ingin mengabarkan ke Ratu Wilhelmina betapa kekuasaannya memberikan kegembiraan kepada warga jajahan. 

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Di Alon-alon Situbondo, misalnya, pesta rakyat digelar menampilkan atraksi dari komunitas warga Tionghoa yang mempersembahkan barongsai dan liang liong dalam bentuk sederhana. Persembahan tersebut membuat warga yang memenuhi alon-alon gegap gempita. Pertunjukan ini sekaligus menegaskan bahwa kesenian Tionghoa di era kolonial menjadi atraksi yang juga digemari warga dari etnis lain.

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University
Para siswa Tionghoa memberikan ucapan selamat secara khusus kepada Sang Ratu dengan cara menggelar permainanan tradisional di luar ruang kelas. Saya tidak tahu persis apa nama permainan tersebut, tetapi permainan itu ditujukan untuk kebahagiaan Sang Ratu. Warga Tionghoa yang mendapatkan hak untuk berdagang berusaha mempersembahkan kebaikan sebagaimana digambarkan oleh para siswa. 

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Selain itu, para siswa Tionghoa juga menyenandungkan lagu yang khusus dipersembahkan di hari bahagia Sang Ratu. Keseriusan pihak sekolah tampak jelas dengan komposisi para siswa yang diatur sedemikian rupa dengan pola simetris, sehingga tampak kompak dan formal.

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun