Niatan Nandi untuk memberitahu Ivan perihal Pak Tarji harus tertunda, karena selama satu minggu ia tidak berjumpa dengannya di kampus. Kata Rendra mungkin dia sedang sibuk mengurusi ujian dan laporan KKN. Menenggelamkan pikiran dan batin kembali ke dunia Pak Tarji dan menuliskannya dalam lembar demi lembar analisis menjadi pilihan yang paling masuk akal untuk dikerjakan.
Dua minggu bergulat dengan bab analisis, akhirnya pagi ini Nandi menghadap dosen pembimbingnya, Pak Tono. Dia dosen lelaki yang selama ini sangat dekat dengan para mahasiswa karena dulunya juga seorang aktivitas mahasiswa.
Dia adalah tipe dosen ideal yang mau mempermudah semua urusan dengan mahasiswa, sehingga mahasiswa menghormatinya dengan sungguh-sungguh karena tidak pernah terpaksa untuk memberikan hormat.
Banyak mahasiswa yang terpaksa memberi hormat kepada para dosen lain karena mereka takut di-cing, alias diancam dengan nilai jelek, karena bersikap kritis terhadap cara mengajar mereka. Ternyata di jurusan lain, keadaanya juga demikian. Untungnya, masih ada beberapa dosen yang tidak bersikap feudal.
Pak Tono selalu mengajarkan cara bepikir kritis terhadap fakta-fakta sejarah agar tidak sekedar menjadi catatan dokumenter yang dipenuhi tanggal dan nama tokoh-tokoh besar. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan terkait analisisnya, Pak Tono berjanji akan memberikan hasil revisi dua atau tiga minggu lagi.
Karena di Kampus tidak ada kegiatan lain, Nandi segera pulang ke kos. Ia ingin sekali merebahkan tubuh setelah malam-malamnya banyak tersita untuk mengerjakan bab analisis. Baru saja mau masuk kos, Ivan datang. Nandi segera mempersilahkannya duduk. Lagi-lagi, wajahnya tampak kusut. Sebenarnya, ia ingin segera bercerita tentang Pak Tarji, tapi diurungkan karena takut mengganggu suasana batinnya.
“Kamu kenapa lagi, Van? Kan sudah habis KKN?”
“Ndak apa-apa, Dee. Cuma tadi habis ujian KKN di LPM, ketika sedang makan bakso bersama teman-teman di Cak Leo, aku melihat Dev bersama seorang lelaki. Aku menduga ia pacarnya. Sepertinya ia anak orang berada, tunggangannya motor Ninja. Kami hanya sempat bertatapan mata sesaat. Dev sangat mesra dengan lelaki itu. Aku sih sebenarnya sudah berusaha menguatkan batinku, tapi tetap saja susah. Mungkin aku harus belajar lebih serius untuk meyakini bahwa kami sudah berpisah.”
“Ya, sudahlah. Aku tahu semua ada saatnya. Maksudku, suatu saat kamu akan benar-benar bisa meyakinkan batinmu bahwa kalian sudah berpisah. Ngomong-ngomong, ada pesan dari bapakmu, Pak Hamid. Dia memintamu segera mengerjakan skripsi. Adikmu yang kuliah di Surabaya sudah mau KKN tuh.”
“Maksudmu? Ah kamu pasti bohong. Kapan kamu bertemu Bapak?”
Untuk beberapa saat, Nandi menceritakan semua perjalanannya ke Lamongan bersama Pak Tarji. Ivan benar-benar terperangah mendengarnya.