Mohon tunggu...
deka irawan
deka irawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

i'm the simple man.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Egoistica 1

30 April 2012   11:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Medan, 23 Juli 2011

Sahabatku Mar,

Telah aku lewati takdir yang membawa langkah kaki menyusuri malam-malam yang begitu gelap. Aku berhadapan dengan sang waktu laksana pedang yang siap menikam jantungku ketika aku terlambat mengejarnya. Mar, tahukah kau begitu banyak rasa yang menyesakkan sesuatu yang ada didalam diriku saat ini. Aku tenggelam menghadapi diriku sendiri. Ada rasa yang menggebu-gebu di atas pengharapanku atas impian itu, sepertinya tak akan mati dimakan zaman. impian itu ternyata masih ada Mar. Terkadang juga ada rasa yang mengolok-ngolokku ketika keraguan tiba-tiba menegur nalarku. Mar..aku bingung. Hati, pikiran, jiwaku seperti berlomba-lomba mencari pembenaran atas semua yang aku lakukan. Saat ini aku terdampar di lautan rutinitas pekerjaan yang begitu menjemukan dan menyitasisa-sisa waktuku untuk menulis keindahan yang sering aku lakukan saat diri tak terlalu disibukkan dengan idealis masa depan yang katanya harus dipikirkan. Aku tak menemukan diriku disini, tubuhku berada disini, ternyata jiwaku terbang kesana kemari. Hidup selalu memberi pilihan, tapi aku merasa pilihan yang diberikan hidup ini telah mempermainkan ideologiku.

Mar, aku merindukan masa lalu kita. Sesaat jiwaku terbang bersama angin menuju memori itu. Aku, kau berlomba-lomba dengan keegoisan masing-masing menertawakan hidup. Ingatkah kau Mar?

Kita berada dikesatuan malam disaat takdir memberi kesempatan untuk berbagi tawa disudut keindahan itu. Aku masih ingat itu Mar..

Kita bercerita di alam, tertawa lepas, saling menguatkan diri dengan cara kita masing-masing. Angin menari-nari diujung nalarku, aku tersadar akan keindahan itu.

Mar, kini aku merasa telah menjadi budak untuk hidupku sendiri. Aku terpenjara oleh pekerjaan yang mematikan kemampuan otak kananku. Ini hanyalah pemberhentian sementara untuk perjalanan takdirku. Aku belajar untuk menikmati dan selalu merevisi diri agar selalu menjadi “manusia”.

Mar, jiwaku butuh tempat berbagi dengan orang-orang yang ikhlas, tak ada kepentingan apapun. Aku bingung membedakan orang-orang ini.

Mar, kau tahu kan aku tak pernah mau mengeluh, tapi saat ini aku ingin. Ternyata menjadi manusia itu tidak mudah Mar? Kau mungkin tertawa mendengar statmen klasikku ini. Banyak praktek yang aku lakukan ternyata tak semulus dengan teori-teori yang aku baca disudut-sudut ketenangan ruang yang banyak dieluhkan orang sebagai tempat kaum intelektual mencari jati dirinya.

Aku berjalan dengan sekumpulan orang yang memiliki banyak titel moderat dibelakang namanya, tapi aku berasa berjalan dengan orang yang pintar menyimpan kebodohannya dengan apik. Nalarku terayun dan terombang ambingoleh pemikiran sempit sok modern itu Mar. Aku ingin tertawa. Aku lelah disaat harus beradu paham dengan rutinitas yang perlahan-lahan mulai membunuh jiwaku ini. Aku menjadi pemuja untuk kaum kapitalis yang tak pernah menghargai hargaku sebagai manusia. Aku ingin akhiri tapi tak tahu dari mana ingin mengawali.

Mar, ingatkah dirimu akan impian kecilku yang kadang aku selipkan dibahan tertawaan kita kala itu?

Mungkin kau lupa, karena mungkin terlalu konyol.. Aku ingin berhenti dan keluar dari ragaku. Terbuai di atas awan, merangkai bintang yang aku lihat dari kejauhan seperti bermain mata kepadaku.

Mar, lama tak kudengar kabarku ternyata mengusik jiwaku. Ada hasrat yang ingin terwujud disaat aku meratap kesendirian ini yaitu kebersamaan. Taukah kau Mar kalau belakangan ini aku suka menyendiri mempertanyakan hidup. Hati, pikiran, jiwaku saling mempengaruhi. Aku berjalan di media yang sangat asing bagiku, ingin segera berlari tapi aku tak tahu arah, ingin berhenti jiwaku menolak hebat, karena tak pernah memasukkan kata-kata jahat itu kealam bawah sadarku.

Aku benar-benar kehilangan.. Aku coba mendekatkan jiwaku kepadaNya yang memiliki hati dan ragaku ini. Aku malu Mar, ternyata aku terlalu manja menjalani hidup. Kuurungkan niat mulia itu. Aku tak ingin dikasihani olehNya, aku hanya meminta dikuatkan olehNya.

Mar, kebersamaan kita tak akan mati walaupun dunia menyibukkan raga kita. Karena sesuatu yang ada di dalam raga itulah yang terpenting yaitu hati. Hati kita belum mati kan Mar. Kita tak akan terpenjara oleh semua ini.Hati dan jiwa kita merdeka untuk semua hal yang menyempitkan pikiran yang berlari kesana kemari . Aku yakin ada senjata terhebat yang sengaja kau simpan untuk suatu hari ingin kau wujudkan dibalik kaca mata minusmu itu kan Mar. Bergeraklah Mar dengan jiwa yang sepaham dengan pikiran.

Mar, sejarah kita mungkin tak akan terulang, Tapi aku ingin sejarah itu selalu menjadi bahan untuk tersenyum disudut bibir disaat kesedihan menghajar kita dengan kapasitasnya masing-masing.

Semoga kita dapat selalu menyamakan langkah, ambisi dan semangat yang tak pernah padam disaat panas melunturkan asa. Karena setitik asa itu masih ada diujung nalarku.

Semoga Tuhan selalu menyatukan hati dan jiwa kita yang bebas.

Yang menyayangimu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun