Mohon tunggu...
Deihza Saebrina
Deihza Saebrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Muhammdiyah Jakarta Prodi Ilmu Administrasi Publik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potensi dan Tantangan Otonomi di Provinsi Daerah Khusus Jakarta dalam Reformasi Perizinan Usaha

16 Mei 2024   02:16 Diperbarui: 16 Mei 2024   02:42 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

De'ihza Saebrina

Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Secara umum reformasi perizinan di daerah merupakan bagian dari reformasi sektor publik, yaitu berupa struktur kelembagaan yang menjadi landasan peningkatan daya saing dan kemudahan berusaha. Strategi daya saing dan pertumbuhan ekonomi kita tidak bisa hanya mengandalkan instrumen kebijakan fiskal dan moneter saja. Ruang politik ketiga, ruang politik struktural yang berbasis pada pembangunan institusi yang berkualitas, menjadi prioritas baru. Inti dari reformasi sisi penawaran adalah modernisasi isi peraturan, birokrasi dan layanan sektor publik untuk menciptakan perekonomian yang berdaya saing tinggi. Semua ini harus terjadi secara serentak di tingkat nasional dan daerah, dipimpin oleh kepemimpinan pemerintah yang kuat dan terlembaga serta partisipasi aktif sektor swasta dan masyarakat pada umumnya.

Deregulasi dan birokrasi digunakan sebagai alat utama dalam implementasi paket tersebut, dengan fokus pada penguatan sektor industri dan komersial. Selain harapan pemerintah bahwa perbaikan komprehensif di semua bidang intervensi akan diterapkan dalam semua paket yang diberikan, pemerintah telah menetapkan tujuan khusus untuk meningkatkan indeks kemudahan berusaha yang diukur oleh Bank Dunia. hasil yaitu pada tahun 2019 dari 109 (2016) menjadi 40 di antara 190 negara. Dalam kebutuhan tersebut, perpanjangan izin usaha menjadi salah satu strategi utama.

Di tingkat daerah, selain melanjutkan reformasi (debirokratisasi) birokrasi perizinan, berupa dukungan terhadap pembentukan/penguatan PTSP di provinsi dan kabupaten/kota, juga terjadi reformasi politik yang intensif di dua daerah terakhir. . tahun isi (deregulasi) untuk menyederhanakan jumlah/jenis izin. Beban birokrasi yang membebani dunia usaha dan masyarakat umum akibat banyaknya jumlah/jenis izin dan rumitnya proses perizinan mungkin berkontribusi terhadap penurunan daya saing investasi dan pertumbuhan sektor swasta setelah krisis keuangan tahun 1998. Agenda besar membangun perekonomian berdasarkan investasi produktif kini terancam terhenti atau mengalami kemajuan yang lambat jika hambatan administratif dan politik tidak dapat diselesaikan.

Menurut banyak pihak, reformasi layanan bisnis yang komprehensif dapat dicapai jika setidaknya dikombinasikan dengan langkah-langkah untuk meningkatkan proses (prosedur) bisnis, mengelola biaya dan menyederhanakan persyaratan dan jenis izin. beberapa daerah di Indonesia relatif jauh dalam menghilangkan birokrasi berupa pendirian PTSP, penerapan sistem informasi dan pengurangan biaya perizinan sesuai UU No. 28. Namun, dengan tindakan strategis lainnya, yaitu penyederhanaan persyaratan dan penghapusan kebijakan perizinan, tampaknya masih jauh dari harapan. 

Banyaknya jumlah/jenis izin yang ada di daerah kini seringkali menimbulkan pertanyaan: apakah kebutuhan negara (fungsi perlindungan dan pengendalian) dan kebutuhan dunia usaha (formalisasi dan legalisasi) memerlukan penerbitan atau pengurusan izin yang begitu banyak? Di sini kita harus mengembalikan secara jelas pengertian perizinan dan menjadikannya acuan normatif untuk memilih jenis perizinan yang benar-benar dibutuhkan, kemudian menyusun sendiri langkah-langkah penyederhanaannya

Praktik (penegakan) perizinan yang buruk di Indonesia, bahkan di era desentralisasi, selama ini telah menimbulkan persepsi dan perasaan negatif di benak masyarakat. Perizinan dipandang sebagai wujud keberadaan negara yang mengatur, mewajibkan pemungutan pajak/keuntungan, dan membatasi, mencegah bahkan membebani dunia usaha atau masyarakat pada umumnya. Istilah “sistem perizinan” kemudian dibaca sebagai sistem administrasi publik yang membuat masyarakat menjadi mualaf atau pengemis, bahkan pemeras, sedangkan jabatan publik adalah penguasa yang seenaknya “mempermudah, mempercepat”, mencari cara mengisi kantong masyarakat dengan upeti, pemerasan.

yang bersifat hukum, dimana izin termasuk dalam kategori “hak sepihak”, dimana izin hanya dapat dikeluarkan oleh pemerintah dan negara mempunyai badan tata usaha negara yang memutuskan mengabulkan atau menolak permohonan legalitas – maka izin dapat dengan mudah ; menjadi alat manipulasi di tangan penyelenggara yang terjerumus ke dalam sistem birokrasi yang buruk. Perasaan yang berujung pada stigma ini masih melekat kuat dalam ingatan masyarakat hingga saat ini. Persoalan ini lambat laun akan berkembang dengan sendirinya jika makna dan standarisasi perizinan selalu berbeda dalam pelaksanaannya.

Padahal, perencanaan perizinan merupakan instrumen hukum administrasi publik yang strategis, yang merupakan dimensi hubungan hukum antara pemerintah dan warga negara yang bersifat spesifik, nyata, individual, dan berkaitan langsung dengan persoalan hukum (beschiking). izin tersebut memberikan pengecualian/pengecualian terhadap larangan “seseorang atau badan hukum tidak boleh melakukan suatu kegiatan apabila pemerintah tidak mengizinkannya” atau izin dalam keadaan khusus, yang memuat bahwa prakarsa yang diperbolehkan itu akan dilakukan dalam keadaan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun