Mohon tunggu...
Dellawaty Supraba
Dellawaty Supraba Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seseorang yang sedang dan ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan bagi Anak Jalanan

14 Juli 2014   04:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:24 4368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak jalanan merupakan istilah yang mengacu pada anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya, namun hingga saat ini belum ada pengertian yang dapat menjadi acuan (Wikipedia). Pengertian lainnya dari Soedijarto (1998), anak jalanan itu berusia di antara tujuh hingga lima belas tahun yang mana mereka memilih untuk mencari penghasilan di jalanan, yang tidak jarang menimbulkan konflik ketenangan, ketentraman dan kenyamanan orang lain di sekitarnya, serta tidak jarang membahayakan dirinya sendiri. Di Indonesia terutama di kota-kota besar anak jalanan sering kali dapat kita temui sedang mengamen, mengemis, berjualan maupun berkumpul dengan teman-temannya. Pada tahun 2006 terdapat 78,96 juta anak di bawah usia 18 tahun, 35,5% dari total seluruh penduduk Indonesia. Sebanyak 40% atau 33,16 juta diantaranya tinggal di perkotaan dan 45,8 juta sisanya tinggal di perdesaan. Menurut laporan Depsos pada tahun 2004, sebanyak 3.308.642 anak termasuk ke dalam kategori anak terlantar.

Apa yang anda rasakan saat melihat mereka? Apakah kasihan? Iba? Atau anda berpikir darimana asal mereka? Bagaimana orang tuanya dan lain sebagainya? Tetapi pernahkah terlintas dibenak anda bagaimana dengan pendidikan mereka? Apakah mereka mendapatkan pendidikan sebagaimana hak mereka yang juga tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 yang menyatakan bahwa, Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Pendidikan sepertinya menjadi hal yang sering luput dari perhatian kita apabila sudah menyangkut anak jalanan. Seringkali yang dilakukan oleh pihak berwenang hanyalah bagaimana mereka dirazia agar tidak mengganggu maupun meresahkan masyarakat. Namun akar masalahnya yaitu kemiskinan, dimana hingga Maret 2014 jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mencapai 28,82 juta orang (BPS) tidak akan dapat terselesaikan hanya dengan razia. Salah satu cara yang bisa dilakukan sebagai langkah pemberantasan kemiskinan adalah pendidikan.

Kebanyakan anak jalanan merupakan anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu yang menjadi salah satu alasan mereka untuk mencari nafkah. Pendidikan formal mungkin tidak menjadi pilihan, namun bukankah pendidikan dapat dilakukan melalui jalur informal dimana pendidikan informal dilaksanakan melalui jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri di luar sekolah. Syamsi (2010) mengatakan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan.

Pendidikan informal untuk anak jalanan dapat digolongkan sebagai pendidikan berbasis masyarakat. Mengapa demikian? Untuk mengetahuinya pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai pendidikan berbasis masyarakat. Pongtuluran dan Brahim (2002) mengatakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat menekankan bahwa masyarakat yang menentukankebijakan serta ikut berpartisipasi di dalam menanggung beban pendidikan, bersama seluruh masyarakat setempat, tentang pendiikan yang bermutu bagi anak-anak mereka. Makbuloh (2008) menyatakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pandangan yang menyatakan bahwa pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat sosial. Pendidikan bagi anak jalanan merupakan kegiatan sosial yang biasanya dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat maupun kelompok tertentu yang merupakan bagian dari masyarakat yang peduli terhadap anak jalanan itu sendiri.

Mengenai seberapa penting pendidikan untuk anak jalanan itu diperlukan, maka kita harus mengetahui tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan itu sendiri. Herbert Spencer (dalam Moran & Malott, 2004) mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan bukanlah pengetahuan melainkan aksi yang terwujud dalam perilaku seseorang. Lingkungan pendidikan diharapkan dapat merubah perilaku seseorang. Apabila perilaku-perilaku yang tidak diinginkan dari anak jalanan dapat dirubah maka itu merupakan satu langkah untuk mengubah kehidupan mereka. Tidak sedikit anak jalanan yang berperilaku negatif seperti seks bebas, mabuk dan lain sebagainya. Perilaku tersebut tidak seharusnya muncul mengingat usia mereka yang tergolong masih di bawah umur.

Pendidikan yang dapat membantu terjadinya perubahan perilaku anak-jalanan dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Bisa dengan membangun sekolah gratis seperti SAJA (Sekolah Anak Jalanan) yang berada di Penjaringan Jakarta Utara, pendirian rumah singgah, maupun donasi untuk menunjang kegiatan belajar anak jalanan seperti yang dilakukan oleh KOPPAJA (Komunitas Peduli Pendidikan Anak Jalanan). Namun, apapun bentuknya pendidikan adalah hak bagi semua warga negara tidak tertinggal anak jalanan. Oleh karena itu, marilah kita melatih diri kita untuk peka akan keadaan anak jalanan di sekitar kita dan membantu sebisa kita agar anak jalanan bisa mendapatkan pendidikan sebagaimana anak-anak yang lain. Perlu kita ingat bahwa satu langkah kecil merupakan awal dari perubahan yang besar bukan.

Daftar Rujukan :

Anak Jalanan. (2014). Wikipedia [on-line]. Diakses pada 10 Juli 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_jalanan.

Berita Resmi Statistik. (2014, 1 Juli). BPS [on-line]. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014 dari http://webbeta.bps.go.id/index.php.

Data Jumlah Anak Jalanan di Indonesia. (2010, 27 Juli). Berita Lampung [on-line]. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014 dari http://berita-lampung.blogspot.com/2010/07/data-jumlah-anak-jalanan-di-indonesia.html.

Makbuloh, Deden. (2008). Model Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam , 3 (1), 5-18.

Moran, D.J., & Malott, Richard W. (2004). Evidence-Based Educational Method. USA: Academic Press.

Pengertian Anak Jalanan Dari Para Ahli Secara Garis Besar. (2014, 19 April). Caksandi [on-line]. Diakses pada tanggal 10 Juli 2014 dari http://caksandi.com/pengertian-anak-jalanan-dari-para-ahli-secara-garis-besar/.

Pongtuluran, A., & Brahim, T.K. (2002). Pendekatan Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jurnal Pendidikan Penabur, 1, 117-124.

Soedijarto. (1998). Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya Pembangunan Bangsa. Jakarta: Balai Pustaka.

Syamsi, Ibnu. (2010). Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Pemberdaya Dalam Masyarakat. Diklus, Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 14 (1), 59-68.

Zulfahmi. (2013, 16 April). Layaknya Pendidikan Bagi Anak Jalanan. [on-line]. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014 dari http://zulfahmipetualang.blogspot.com/.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun