Sudah hampir setahun sejak pandemi tahun lalu kantor kami mulai menerapkan WFH. Setiap pagi, tim kami dipimpin oleh boss Jepang menerapkan morning meeting via aplikasi daring.Â
Awalnya dimulai menggunakan video, berdandan rapi, lighting on selayaknya para selebgram yang merekam kegiatan review-nya. Namun bersikap rapi di depan kamera hanya bertahan beberapa waktu saja.Â
Seiring dengan berjalannya waktu, videonya kami matikan dan hanya terhubung melalui voice call saja. Yang penting kan informasinya tersampaikan.Â
Walaupun dalam budaya Jepang sebetulnya agak kurang sopan kalau atasan pakai video tapi kita mematikan video atau hanya melalui suara saja.Â
Tapi yaa...harapannya biar pak Boss aja yang beradaptasi-lah yaa :p Betul dong, akhirnya pak boss pun mematikan videonya dan kita hanya rapat melalui voice call saja.Â
Sebetulnya kalau boleh jujur, aku sih lebih senang bekerja di kantor karena memang lebih fokus, koordinasi dengan tim juga lebih mudah, rindu interaksi dengan teman-teman, rindu makan siang sambil curhat-curhatan, rindu tempat jajan favorit yang biasa dikunjungi beramai-ramai. Â
Memang sih, bukannya full setiap hari kantor kami menerapkan WFH, masih ada jadwal WFO-nya. Tapi masih kurang dapat mengobati kerinduan berinteraksi karena hanya diterapkan 25% saja yang boleh masuk kantor untuk menjaga social distancing.Â
Namun, walaupun begitu, bekerja di rumah juga terkadang menyenangkan. Bisa lebih fleksibel mengatur waktu, bisa bekerja sambil rebahan, mendengarkan musik, ngemil, tidak terkena macet di perjalanan, dan lain sebagainya.Â
Walaupun akhirnya berat badan dan timbanganlah yang menjadi korban. Kasihan timbanganku, mungkin dia sudah mengeluh setiap kali aku menimbang berat badan :-(
Yang merepotkan dari WFH adalah sulit sekali untuk fokus dan banyak sekali "gangguan" terutama ketika ditelepon sama boss Jepang, lagi ngomong pakai bahasa Jepang tiba-tiba, "pakeeeeet!" langsung otomatis refleks tanpa sadar, "haaaiiik!" dengan suara kencang, kan jadi malu, ya. Reputasi, muka mau ditaruh dimana mukaaa, begitu pikirku.Â
Setelah paket kuterima pakai kode angguk-angguk ke abang paket, lalu kulanjutkan berbicara dengan pak boss sambil menahan malu. Jika dalam sehari distraksinya hanya abang paket sih masih bisa ditoleransi, ya.Â