Mohon tunggu...
Deni Hamkamijaya
Deni Hamkamijaya Mohon Tunggu... wiraswasta -

penggemar cerpen, novel, juga puisi. kadang suka nulis, kadang suka protes , ingin menjadi orang sabar , sungguh tak mudah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Neraka Pohon

21 Maret 2014   22:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“tak ada yang lebih tabah/dari hujan bulan Juni/dirahasiakannya rintik rindunya/kepada pohon berbunga itu/tak ada yang lebih bijak/dari hujan bulan Juni/dihapusnya jejak-jejak kakinya/yang ragu-ragu di jalan itu/tak ada yang lebih arif/dari hujan bulan Juni/dibiarkannya yang tak terucapkan/diserap akar pohon bunga itu (Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono)

www.tribunnews.com

Pohon dalam puisi itu menjadi hal yang krusial,  penting. Barangkali bukan tanpa sebab jika Sapardi Djoko Damono mengambil tamsil atau metafora sebuah pohon untuk menitipkan rindunya, atau kangennya. Juga kearifan. Sebuah pohon yang rindang, bisa menjadi tempat berteduh pejalan kaki yang sedang berjalan di terik matahari. Juga burung-burung yang kepanasan. Udara kota menjadi teduh. Tidak gersang. Memberi rasa nyaman. Dalam perbandingan yang lain ; Sebuah kalimat yang baik bagaikan pohon yang baik, akarnya teguh, dan cabangnya ( menjulang ) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin-Nya. Begitu juga halnya kalimat yang buruk, seperti pohon yang buruk, akarnya telah tercerabut dari permukaan bumi. Tidak dapt tegak barang sedikitpun. (QS Ibrahim 24 - 26 ). Ya, sebuah kalimat yang baik, kata-kata yang bijak, kiranya, seperti halnya sebuah pohon yang baik. Memberikan berbagai manfaat kepada mahluk sekitarnya ; manusia atau binatang. Nah, jika dalam perhelatan pemilihan umum 2014 kali ini, masih banyak caleg (calon anggota legislatif) yang menempelkan baliho,spanduk, banner diriny atau partainya dengan cara memaku. Tentu saja, ia, secara harfiah telah "merusak" pohon tersebut. Boleh jadi, ia ketika terpilih menjadi anggota legislatif sulit untuk diharapkan berkata baik ; bersikap baik ?! Karena dalam proses pencalonannya , ia telah merusak sebuah atau boleh jadi belasan pohon. Padahal dari sebuah pohon kita bisa belajar tentang kebaikan atau kearifan. Sidharta Gautama meninggalkan kemewahan dan kekuasaan dunia kemudian bersemedi di bawah sebuah pohon dan akhirnya mendapatkan kebajikan setelah bertapa belasan bulan di bawah pohon. Maka sungguh menyedihkan belasan, bahkan ribuan pohon hari-hari ini menderita diseluruh kota Indonesia karena "dipaku" para caleg untuk menempelgambar dirinya atau partainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun