Yang membedakan manusia dengan binatang adalah moral. Manusia dihargai ketika bisa menjaga moralnya. Ketika manusia tidak bisa menjaga moralnya maka ia tak lebih baik dari binatang, bahkan boleh jadi lebih buruk .
Ketika manusia tidak percaya dengan dirinya sendiri, maka terjdilah krisis identitas atau defisit kepercayaan diri. Jika sudah terjadi hal seperti itu, maka menjual harga dirinya, menjadi sesuatu yang lumrah alias jamak. Seperti terjadi pada Pemilihan Legislatif 9 April lalu, banyak rakyat yang mejual kehormatan cuma untuk satu lembar uang pecahan 50 ribuan misalnya.
Yang membuat miris yang proaktif dalam jual-beli suara itu sebagian dilakukan para caleg, calon para pemimpin. Sebutannyapun  "yang terhormat!" Dalam sidang-sidang ataupun ketika yang bersangkutan (anggota legislatif) hadir, biasanya di awal namanya atau jabatannya disebutkan dulu atau disematkan frase "Yang terhormat."
Itu sebabnya sangat ironis, ketika seorang caleg berkerjasama dengan penyelenggara pemilu merubah suara perolehannya menjadi besar lebih populer disebut "penggelembungan suara." Agar ia lolos menjadi caleg yang terpilih, karena jumlah perolehan suaranya lebih besar dibandingkan caleg lainnya.
Tentunya sebutannya menjadi berubah ; dari yang terhormat menjadi yang ternista !
Sebutan itulah yang layak disematkan kepada caleg yang dengan segala cara -- curang dan licik -- yang hendak terpilih. Seperti halnya yang dilakukan caleg-caleg di Dapil 1 Cimahi, yang sayangnya, herannya, cuma satu caleg yang berhasil kena jerat hukum bahkan telah di vonis PN Bale Bandung; Hanafi ,caleg Partai Golkar 6 bulan kurungan dan dnda Rp. 5 juta.
Adapun caleg PPP, Puti Melati yang suaranya digelembungkan tidak kena jerat hukum. Yang menjadi kurban Kepala Kelurahan Utama, Asep Bahtiar ; Pegawai Kel. Utama, Anhar dan Ade Djumara yang juga menjadi pegawai Sekretariat PPS Kel. Utama Kec. Cimahi Selatan.
Kenapa Lurah dan pegawai Kelurahan Utama yang menjadi pegawai negeri terkena imbasnya,jerat hukum, di vonis sama ; 6 bulan kurungan dan denda uang Rp. 5 juta. Karena Puti Melati, caleg PPP adalah salah seorang putri Walikota Cimahi, Aty Suharti Tochija.
Adapun dari Partai Demokrat , yang pertama mengadu ke Panwaslu Cimahi adalah Aida Cakrawati caleg nomor 1 (satu) yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Cimahi. Yang diadukan perubahan suara caleg dari partai Denokrat juga, M.Aditya Nugraha.
Namun setelah kasus pengelembungan suara dilimpahkan Panwaslu ke Polres Cimahi, caleg tersangka dari Partai Demokrat M. Aditya Nugraha. Hingga vonis jatuh dari pengadilan negeri Bale Bandung, bahkan sampai banding ke pengadilan tinggi Jawa Barat. Lolos dari jerat hukum.
Padahal terungkap di persidangan M. Aditya Ngraha mendapat limpahan suara 506 suara. Yang membuat miris lagi, nyatanya pelapor, Aida Cakrawati Konda seperti dikatakan Dede, Ketua PPS Kel. Leuwigajah juga melakukan penggelembungan suara atas bantuannya.