Masyarakat Nias mempunyai kebiasaan yang  unik sekaligus menyeramkan. Kebiasaan itu ada yang dilestarikan hingga saat ini dan sering ditampilkan dalam upacara-upacara adat. Ada pula yang tidak dilestarikan setelah masuknya agama Kristen di Pulau Nias. Salah satu kebiasaan itu adalah Mengayau/Ngayau (memenggal kepala musuh/orang yang dianggap musuh).
Apabila seorang laki-laki ingin menikah, maka ia harus membawa satu kepala musuh yang ia penggal. Adapun kegunaaan kepala (binu) tersebut antara lain, ketika seorang ayah meninggal, maka harus diberikan beberapa binu sebagai pelayan baginya, ketika mendirikan rumah adat, tengkorak seorang laki-laki ditanam di sebelah bawah tiang rumah, di ujung kanan, dan tengkorak seorang perempuan ditanam di sebelah bawah tiang rumah, di ujung kiri, ketika mendirikan satu megalit di depan rumah, maka harus ditanam satu binu, di sebelah bawah, dan ketika mengesahkan hukum adat (fondrako).Â
Biasanya dalam pesta hukum (fondrako), pesta adat, pergi berburu, kematian seseorang, mengayau, pembangunan rumah adat, kelahiran anak, pemberian nama dan lain sebagainya, maka babi akan disembelih. Tidak ada pesta yang dilaksanakan tanpa penyembelihan babi.
ReferensiÂ
- Sukawati Zalukhu, Stevan. 2013. Percikan Kebudayaan Nias 1: Asal-usul Nenek Moyang Orang Nias. Teluk Dalam: Yayasan Gema Budaya Nias.
- M. Hammerle, Johanes. 1999. Niduno-duno ba Nori Onolalu. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias.
- Detianus Gea, Silvester, dkk. 2018. Mengenal Budaya dan Kearifan Lokal Suku Nias. Labuan Bajo: YAKOMINDO.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H