Mohon tunggu...
Defrida
Defrida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Tulisanmu adalah bentuk semesta yang kau mimpikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Belajar Itu (Belum) Seni

6 Juli 2024   00:05 Diperbarui: 6 Juli 2024   02:38 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar adalah seni tapi bagaimana jika kita membawanya pada istilah seni belajar?

Ketika kita mendengar istilah belajar yang terlintas dalam pikiran kita adalah membaca tumpukan buku yang tebal, duduk di ruang kelas untuk mendengarkan guru atau dosen yang sedang menyampaikan pembelajaran, mengingat satu per satu teori kemudian menjabarkannya dalam rangkaian tulisan yang panjang atau bahkan menghafalkan kata per kata dalam sebuah buku.

Saya masih ingat sewaktu saya masih di kelas 1 Sekolah Dasar, di mana saya pertama kali diperkenalkan dengan Pelajaran Bahasa Indonesia. Namanya, bahasa Indonesia tentu kita akan dilatih dan diajarkan cara membaca.

 Saya akui kala itu saya merupakan 1 dari sekian banyak anak yang belum bisa membaca dengan baik bahkan untuk mengeja saja sulit, meski saya dapat menghafal 26 alfabet dalam 1 tarikan nafas, ya setidaknya itu sedikit membanggakan.

Saya merasa terbebani ketika diminta mengeja kalimat "Ini Ibu Budi, ini bapak budi, Ani saudara Budi. Mereka semua keluarga Budi." Alih-alih berlatih membaca saya justru mencoba mengingat setiap susunan huruf agar bisa menebaknya ketika diminta kembali membaca di depan ibu guru. Orang tua saya baru melihat ketidakmampuan saya dalam membaca sebagai suatu masalah ketika saya sudah berada di kelas 2. 

Mama saya sendiri juga merupakan seorang guru sehingga mungkin beliau lebih memahami cara mendidik saya sebagai seorang anak sekaligus murid di saat yang bersamaan. Saya masih ingat ketika mama sedang menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mama memanggil saya untuk membacakan tulisan di dalam sebuah buku tebal dengan dalih untuk mempermudah mama dalam menulis rangkaian RPP yang sedang disusun. 

Tentu saja saya tidak bisa, kemudian seorang teman bermain saya, dipanggil untuk menggantikan saya membacakan beberapa kalimat di RPP tersebut. Teman saya membacakan kalimat-kalimat tersebut dengan lancar, bukannya merasa lega karena telah dibantu, saya justru merasa malu karena tidak memiliki kemampuan tersebut padahal dia baru SD kelas 1.

Rasa malu itu kemudian mengantarkan saya pada sebuah pertanyaan, apa yang membuat saya tidak tertarik dalam belajar? Mengapa bahasa Indonesia itu menakutkan? Padahal sewaktu di taman kanak-kanak, bahasa Indonesia itu menarik karena setiap hari kami diceritakan tentang cerita timun mas, si kancil dan buaya. Kemudian saya mencari hal lain untuk dibaca. 

Ketika saya masih kecil, kedua orang tua saya tidak begitu menyadari pentingnya literasi sejak usia 5 tahun sehingga di rumah tak akan ada buku anak-anak yang dapat saya lihat. Kebanyakan buku-buku yang tersimpan di rumah hanyalah buku pegangan guru dan beberapa lembar laporan yang diketik dengan mesin tik oleh bapak saya untuk keperluan tata usaha kantornya. Benar-benar rumah tersebut sangat tidak ramah terhadap literasi anak-anak.

Satu-satunya bacaan yang menarik minat saya hanyalah Alkitab, hal ini dikarenakan dalam Alkitab terdapat kisah-kisah masa lampau yang benar-benar membangun imajinasi saya. Pengetahuan tentang isi Alkitab pun tidak saya dapatkan melalui kedua orang tua melainkan dari guru-guru sekolah minggu yang sering menstimulasi imajinasi kami ketika menceritakan tentang Penciptaan Mula-mula, Taman Eden, Menara Babel, Air Bah dan lain sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun