Mohon tunggu...
Defrida
Defrida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Tulisanmu adalah bentuk semesta yang kau mimpikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Menara Babel

29 Mei 2024   17:46 Diperbarui: 29 Mei 2024   17:49 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar :Artmejeur

Filosofi Menara Babel ini sebenarnya terbersit saat membaca Kitab Kejadian 11 : 1 - 9 dengan perikop Menara  Babel yang menceritakan tentang Raja Pertama di muka bumi yakni Raja Nimrod yang mendirikan kerajaan Babel, dia berkuasa setelah surutnya Air Bah pada zaman Nuh. 

Dialah manusia yang paling gagah perkasa dan sang penakluk mula-mula umat manusia. Untuk mengabadikan kekuasaannya dia berniat untuk membuat sebuah bangunan yang tingginya bisa mencapai langit. Dalam perikop tersebut juga dijelaskan bahwa umat manusia di muka bumi pada waktu itu memiliki bahasa dan budaya yang satu sehingga tidak menjadi kendala untuk menghimpun mereka dalam suatu bangsa dan menyatukan mereka dalam satu pikiran yang sama. 

Singkat cerita di bawah pemerintahan Raja Nimrod, pembangunan menara pun dimulai, begitu hebatnya mereka bekerja hingga mampu membangun sebuah bangunan yang hampir menyentuh langit. TUHAN melihat dari surga bahwa pekerjaan manusia tersebut merupakan sebuah bentuk tantangan terhadap otoritas TUHAN. Maka TUHAN pun turun dan mengacaubalaukan bahasa mereka, sehingga mereka tak dapat mengerti satu sama lain. Dibuat-NYA pula bangunan itu hancur tak bersisa. Sejak saat itu manusia mulai berserakan ke seluruh penjuru dunia dengan membawa berbagai macam perbedaan budaya. 

Sudah berulang kali saya membaca Kitab ini, tetapi barulah setelah memasuki pendidikan di Perguruan Tinggi, utamanya saat berada di Konsentrasi Komunikasi Lintas Antarbudaya, saya paham bahwa Kitab ini berisi pesan yang penting tentang kehidupan manusia ke depan, semisalnya Kekuasaan. 

Kemudian pemahaman berlanjut hingga saya mengambil studi S2, yang mempelajari tentang strategi perang, pertahanan dan keamanan nasional. Ketika diberikan tugas untuk menganalisis contoh kasus Non International Armed Conflict, saya memilih contoh konflik di Ukraina Timur (Perang Donbass) Tahun 2014. 

Selama mengumpulkan data, saya menemukan footage video wawancara BBC dengan beberapa penduduk Donetsk yang menentang kebijakan Ukrainaisasi dan bergabungnya Ukraina dengan Uni Eropa maupun NATO. Alasan mereka menentang Ukrainaisasi karena kebijakan ini dinilai menimbulkan diskriminasi terhadap warga negara yang beretnis dan berbahasa Rusia. 

Sedangkan ada hal menarik dari penolakan mereka terhadap Uni Eropa dan NATO, mereka beralasan bahwa NATO merupakan organisasi yang menginginkan sistem yang tunggal, di mana setiap negara yang bergabung dengan kedua organisasi tersebut harus memiliki agenda dan tujuan yang sama, tetapi bukan begitu cara kerja dunia yang dipahami oleh penduduk Donetsk. 

Mereka menginginkan agar Ukraina harus menjadi bagian terluar dari batas antara kepentingan Barat dan Timur, seperti halnya keberadaan kutub utara dan selatan. Dikarenakan pendapat mereka yang tak diterima oleh pemerintah Ukraina, mereka akhirnya menjadi pendukung Rusia, di bawah Konfederasi Novorossiya. 

Saya tidak bisa menjamin bahwa pendapat itu murni dari dari seorang pria berusia 50 tahun dengan latar belakang etnis Rusia, tetapi ini menjadi poin penting dalam melihat dunia yang kacau apabila di bawah satu kekuasaan tanpa oposisi. Dari dalam negeri pun kita biasa disuguhkan oleh pertentangan akan eksistensi oposisi ketika semua partai politik ingin bergabung dengan koalisi pemerintahan. Saya tidak menampik bahwa negara akan lebih maju tanpa oposisi. Tetapi saya juga tidak bisa menampik bahwa tanpa oposisi, kita akan menciptakan Raja Nimrod yang baru. 

Tentunya oposisi yang dimaksud adalah oposisi yang digambarkan oleh Demokrasi itu sendiri, bukan oposisi yang digambarkan dalam peristiwa-peristiwa revolusi yang mengorbankan nyawa-nyawa tak bersalah. Saya mengambil contoh lagi dari Kisah Menara Babel, diceritakan bahwa TUHAN datang dan mengacaukan bahasa mereka, seperti yang kita ketahui bahwa bahasa merupakan media untuk mentransmisikan isi pikiran kita kepada orang lain agar mencapai kesepahaman bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun