Mohon tunggu...
Defri Kurniawan
Defri Kurniawan Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa

Mahasiswa yang menyukai seni, terutama seni tradisional.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyuarakan Perspektif Pejalan Kaki: Memahami Dampak Manusia Silver dari Perspektif Advokasi Kebijakan

17 April 2024   12:06 Diperbarui: 17 April 2024   12:08 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pejalan kaki sering diabaikan dalam perencanaan transportasi kota. Adanya "Manusia Silver" yang merupakan lanjut usia aktif sosial menjadi perhatian penting dalam memenuhi kebutuhan pejalan kaki dari kelompok ini. Kebijakan transportasi tidak sepenuhnya memperhatikan kebutuhan lanjut usia. Lingkungan yang ramah bagi semua kalangan harus dipertimbangkan dalam advokasi kebijakan transportasi yang inklusif dengan memperhatikan aksesibilitas, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki lanjut usia. Penelitian mengenai dampak manusia silver dalam konteks advokasi kebijakan penting untuk pengembangan yang berkelanjutan dan inklusif. 

Kebijakan tentang pengaturan pengemis, gelandangan, dan orang terlantar melibatkan aspek kemanusiaan, keamanan, dan ketertiban umum. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan dasar hukum untuk perlindungan rakyat miskin dan anak terlantar. Pemerintah telah menerapkan peraturan seperti Nomor 31 Tahun 1980 dan Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 1983 untuk penanggulangan masalah ini. Keputusan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2007 juga mengatur langkah-langkah penanganan. Beberapa daerah juga memiliki peraturan terkait, seperti Perda kabupaten Banyumas No. 16 Tahun 2015 untuk penanggulangan penyakit masyarakat termasuk gelandangan dan pengemis.


A. Perspektif Advokasi Kebijakan
Advokasi kebijakan adalah suatu proses yang terencana serta sistematis yang dilakukan untuk memperbaiki atau mengubah suatu kebijakan publik sesuai yang dikehendaki  atau kepentingan siapa yang mendesak terjadinya perbaikan tersebut dengan jalan mempengaruhi para penentu kebijakan.
Adapun langkah-langkah advokasi kebijakan diantaranya, sebagai berikut:
1. Membangun koalisi atau lingkaran inti
2. Memilih masalah atau isu yang terjadi
3. Merancang sasaran dan strategi
4. Identifikasi target audiens
5. Membangun dukungan publik
6. Pemantauan dan evaluasi


B. Pengaturan Mengemis Di Lalu Lintas
Menurut Cornelius (2017) bahwa pengemis adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang dengan cara meminta-minta di depan umum dengan tujuan mendapatkan penghasilan dengan memanfaatkan keadaan atau kondisi agar mendapat rasa iba dari orang lain. Di Indonesia sudah cukup banyak pengemis yang tersebar hampir disemua daerah, hal ini cukup banyak menimbulkan masalah diantaranya: (1) gangguan lalu lintas dan ketidaknyamanan, (2) memicu rasa iba dan eksploitasi, dan (3) merusak estetika di kota tersebut. Oleh karena itu agar para pengemis tidak lagi membuat masalah seperti di atas, maka perlu adanya peraturan yang tegas sehingga menimbulkan efek jera terhadap pengemis diantaranya:
1. Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP): pasal 504 dan 505 KUHP mengatur tentang larangan mengemis dan menggelandang dengan ancaman sanksi denda.
2. Peraturan daerah (Perda): setiap daerah memiliki perda yang mengatur larangan mengemis, termasuk di jalanan dan di lampu lalu lintas.
3. Peraturan Kapolri (Perkap): perkapolri 14/2007 mengatur tentang penanganan gelandangan dan pengemis, termasuk di jalanan.
4. Penertiban oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP)
5. Pembinaan dan rehabilitasi: pengemis yang terjaring razia biasanya dibina dan direhabilitasi oleh dinas sosial.


C. Tanggapan Terkait Adanya Manusia Silver
Fenomena manusia silver telah menjadi isu sosial yang menarik perhatian di Indonesia. Berikut ada beberapa tanggapan terkait fenomena ini:
1. Eksploitasi: ada kekhwatiran bahwa manusia silver terutama anak-anak dieksploitasi agar mendapat keuntungan.
2. Kemiskinan: masalah ini juga menunjukkan adanya masalah kemiskinan yang belum diatasi.
3. Keterampilan dan edukasi: kurangnya keterampilan dan edukasi membuat beberapa orang mencari penghasilan dengan cara tidak lazim seperti menjadi manusia silver.
Dengan beberapa tanggapan diatas maka untuk solusi agar fenomena ini sedikit berkurang adalah dengan:
a. Pendekatan komprehensif, diperlukan pendekatan ini yang melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, lembaga sosial dan masyarakat.
b. Pemberdayaan masyarakat, perlu adanya program ini untuk meningkatkan keterampilan dan edukasi, serta menyediakan lapangan kerja.
c. Bantuan sosial, pemerintah perlu memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin agar tidak terjerumus kedalam praktik mengemis.


D. Dampak adanya manusia silver
Adanya manusia silver adalah bukti dampak ekonomi akibat penurunan selama pandemi Covid-19. Fenomena ini kini umum di perkotaan. Awalnya disorot sebagai seni pertunjukan, tapi kini sering ditemui di persimpangan. Manusia silver melapisi tubuh dengan cat perak dan minyak goreng untuk mencari nafkah. Motivasi utamanya adalah faktor ekonomi, berharap mendapatkan uang dengan tindakan tersebut.
Adapun terdapat dua dampak terhadap kesehatan menjadi manusia silver secara terus menerus menggunakan cat, antara lain:
1. Dampak Jangka Pendek
Terjadinya dermatitis kontak pada kulit yang menyebabkan kulit menjadi gatal dan bisa menjadi merah bahkan melepuh. Terjadinya iritasi dan alergi pada kulit.
2. Dampak Jangka Panjang
Jangka Panjangnya si pelaku manusia silver dapat terkena kanker, karena dalam cat tersebut terdapat zat kersinogenik yang terhirup melalui hidung.

Kesimpulannya, pengaturan pengemis, gelandangan, dan manusia silver merupakan isu kompleks yang melibatkan aspek kemanusiaan, keamanan, dan ketertiban umum. Indonesia telah memiliki berbagai peraturan dan langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini. Namun, diperlukan pendekatan yang komprehensif, pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial, dan edukasi untuk mengurangi masalah yang diakibatkan oleh kelompok rentan ini. Kebijakan tentang pengemis, gelandangan, dan orang terlantar sangat penting untuk melindungi hak mereka sekaligus menjaga ketertiban umum. Advokasi kebijakan diperlukan untuk mendorong kebijakan yang efektif dan inklusif, yang mempertimbangkan kebutuhan mereka serta faktor kemanusiaan dan keamanan.
Penulis: Faizah Setia Muliana, Defri Kurniawan, Vika Dwi Maulina

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun