"Ayo segera masuk bus!" "Bentar! Aku mau ambil barangku ketinggalan di kamar" "Jam sembilan kita jalan ya" "Aku rapihin barangku dulu" "Siapa sih yang belum masuk?" "Coba diabsen dulu" "Tolong ditelpon dong temennya yang belum masuk bus"
Sahut-sahutan terdengar riuh dalam rombongan bus kami yang kala itu sedang bersiap untuk memulai hari kedua di Pulau Dewata. Setelah memastikan seluruh peserta duduk rapi di kursi masing-masing, bus pun mulai melaju dari posisi awal di Kota Denpasar menuju ke arah selatan.
Perjalanan kali ini sebenarnya bukan dalam rangka berwisata. Rombongan yang terbagi dalam dua bus ini bertandang ke Bali untuk menjalankan kuliah lapangan. Sederet pemuda-pemudi dengan raut wajah yang nampak gembira ini nyatanya menyimpan beban berupa setumpuk tugas yang menanti untuk dituntaskan. Meski begitu, kami menyisihkannya sejenak dan memilih untuk menikmati apa yang kita hadapi saat ini. That's right, liburan!
Oleh seorang pramuwisata lokal, kami diceritakan tentang pariwisata di Pulau Bali dan ditunjukkan beberapa spot-spot menarik yang kami lewati. Salah satunya, yakni Monumen Bajra Sandhi sebagai monumen peringatan perjuangan rakyat Bali. Kami menikmati penyampaian sang pramuwisata sembari menyamankan diri duduk di balik selimut tipis untuk menyimpan energi. Tak perlu waktu lama, sampailah kami pada destinasi pertama, Pantai Kuta!
Seturunnya dari bus, aku terheran-heran karena bukan hamparan pasir maupun deburan ombak yang kulihat. Rupanya kami masih berada di area parkir. Kami harus menaiki bus yang berukuran lebih kecil untuk menjangkau kawasan pantai. Dari situlah, kami terbagi dalam beberapa kelompok kecil. Aku bersama beberapa teman lainnya pun memperoleh urutan kendaraan ketiga dan bergegas menaikinya.
Bus yang berukuran lebih kecil ini akrab dikenal sebagai "Pajero" merupakan singkatan dari bahasa Jawa panas njobo njero dalam bahasa Indonesia panas luar dalam. Sesuai dengan namanya, kendaraan beroda empat ini tidak dilengkapi dengan AC dan mengandalkan kesegaran angin yang berhembus dari luar pintu dan jendela yang terbuka lebar. Beberapa dari teman-temanku menganggap kendaraan ini memiliki kemiripan dengan Tuk-Tuk, kendaraan tradisional khas Thailand.
Posisiku yang berada di kursi penumpang samping pengemudi memungkinkanku untuk mengamati keadaan sepanjang perjalanan. Pada beberapa menit awal, kondisi jalanan tak jauh berbeda dengan yang kami lewati sebelumnya. Hingga pada saat memasuki area yang cukup padat, jalanan pun menyempit bahkan selebar dengan "Pajero" yang kami tumpangi ini. Dengan lihainya sang pemudi mengarahkan roda kemudi pada kecepatan stabil mengikuti kelokan jalan yang seakan tanpa ujung. Beberapa kali situasi mengharuskannya membunyikan klakson, seperti ketika berpapasan dengan turis-turis mancanegara yang berjalan kaki hingga beberapa hewan yang berkeliaran di tengah jalan.
"Kira-kira jarak dari sini sampai pantai apakah masih jauh, Bli?" tanya salah seorang dari temanku kepada sang pengemudi. "Tidak jauh, sebentar lagi sampai," balasnya.Â
Sebagian besar jalan yang kami lewati didesain satu arah. Speed bump pun cukup banyak kami jumpai untuk mengontrol kecepatan pengendara melihat situasi jalanan yang rawan terjadi kecelakaan. Di sepanjang jalan, pemandangan kami diisi oleh area pertokoan oleh-oleh, beragam penginapan, resto dan cafe unik, hingga rumah-rumah penduduk dengan sebagiannya memiliki home industry. Sesuai perkataan sang pengemudi, bus kecil ini berhasil mengantarkan kami ke Pantai Kuta dengan estimasi perjalanan selama 10 menit. Satu demi persatu bus kecil yang mengantarkan teman-temanku pun tiba.
Sejujurnya aku cukup bersemangat dengan perjalanan kali ini. Bukan tanpa alasan. Selain sudah cukup lama tak menikmati suasana pantai, kali ini merupakan kesempatan pertamaku mengunjungi Pantai Kuta sebagai top of mind dari seluruh pantai di Pulau Bali. Meskipun pemandangan pasir putih dan birunya air tak begitu tampak sebab terhalang oleh pagar beraksen bata, beberapa kali aku melihat para turis berlalu-lalang sembari menenteng papan selancar.
Semenjak turunnya kami dari bus kecil itu, bayangan kami bermain ombak dan pasir pantai seketika sirna. Panasnya Bali cukup mengurungkan niat awal kami yang terdengar mengasyikan. Rombongan pun berpencar sesuai dengan tujuan dan kegiatan yang diinginkan masing-masing. Begitu pula denganku dan kelompokku yang memilih untuk  mengerjakan salah satu tugas yang dilimpahkan sebelumnya.