Mohon tunggu...
Defi Nurdiana
Defi Nurdiana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Waah… Hebatnya Perbankan Syariah Ditengah Krisis Multidimensi

20 April 2015   12:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat sore kawan setia kompasianer, senang rasanya saya Defi Nurdiana dapat menulis artikel ini. Kenapa sih kita harus memilih bank Syariah dalam menabung atau berinvest? Nah berikut akan diulas beberapa hal terkait perbankan syariah.

Pertama, tentunya kita semua masih ingat betul dengan krisis multidimesi tahun 1998, Meskipun teman-teman pembaca ada yang lahir di tahun 1995-an ke atas namun itu bukan menjadi alasan untuk kita tidak tahu tentang krisis tersebut, kita dapat mempelajari sejarahnya di berbagai literature yang ada. Nah…pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis multidemensi yang hebat dimana tidak hanya krisis politik saja yang menyebabkan Presiden Soeharto turun, namun juga merambah ke hukum, social, terlebih merambah ke bidang ekonomi.

Kekacauan yang terjadi di tahun itu, menyebabkan nilai rupiah merosot tajam, kemudian hal ini diperparah dengan adanya hutang perusahaan swasta dimana swasta harus menghadapi biaya yang lebih besar akibat melemahnya nilai rupiah. Hal ini yang akhirnya menimbulkan banyak perusahaan Indonesia bangkrut karena harus membayar hutang 10x lipat. Bangkrutnya perusahaan-perusahaan tersebut yang menyebabkan pinjaman yang dikucurkan oleh perbankan menjadi macet, sehingga bank menghadapi masalah likuiditas. Hal ini tentunya berdampak tehadap kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Sebagai nasabah, tentunya kita menginginkan uang yang kita simpan di bank aman jadi masyarakat lebih memilih menarik semua dana yang ada di bank karena kawatir perbankan akan bangkrut juga.

Ini berarti bahwa ketika rupiah mengalami pemorosotan yang sangat drastic, perbankan bukanya menjadi peredam tetapi justru menjadi korban langsung.

Lalu bagaimana dengan perbankan syariah?

Perbankan syariah memang tidak anti krisis, namun lebih lebih tahan terhadap imbas krisis keuangan. Bagaimana bisa? Yap…pada krisis 1998 bank syariah juga berinteraksi dengan masyarakat luas (dalam artian nasabah yang terkena dampak krisis) tapi bank syariah tidak sampai coleps. Bedanya, dalam perbankan konvensional ada tuntutan untuk membayar bunga yang telah ditentukan. Bunga yang telah ditentukan ini jumlahnya lebih besar daripada jumlah bunga yang diterima dari kredit, sehingga menimbulkan negative spread. Dalam perbankan  syariah, negative spread yang ditimbulkan lebih minim karena memang mereka membayar sesuai dengan keadaan mereka (istilahnya bagi untung atau bagi rugi).

Demikian artikel kali ini, semoga bermanfaat untuk kawan semua. Mohon koreksi dan komentarnya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya dan salam kenal. JJ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun