Mohon tunggu...
Defi Dilalatul Haq
Defi Dilalatul Haq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046

Saya Defi Dilalatul Haq, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030046. Akun kompasiana ini saya buat sebagai pendukung dalam perkuliahan mata kuliah jurnalistik, selain itu juga saya gunakan kompasiana ini sebagai sarana mengembangkan kreatifitas dan melatih skill menulis saya. Mohon bantuannya teman-teman✨

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Terpukul Pandemi Covid-19, Begini Curhat Tukang Becak Kayuh di Malioboro

22 April 2021   07:24 Diperbarui: 22 April 2021   07:30 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deretan becak yang terparkir di tepi Jalan Kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. (Dokpri)

Meskipun tempat-tempat wisata di Jogja kini sudah mulai dibuka, lengkap dengan protokol kesehatannya, akan tetapi nampaknya pengujung masih terbilang sepi. 

Alasannya tentu karena sebagian calon wisatawan khawatir akan tetap terkena paparan virus saat berkunjung ke tempat wisata, sehingga memilih untuk tidak melakukan kunjungan wisata di kala pandemi ini.

Suasana di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta. (Dokpri)
Suasana di Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta. (Dokpri)

Sebelum adanya pandemi, rata-rata pendapatan harian penarik becak di kawasan Malioboro menurut Suroto dapat mencapai hingga Rp 90.000 sepinya. Akan tetapi sekarang, sejak pukul 09.00 WIB hingga 21.00 WIB untuk memperoleh satu penumpang saja sudah sangat sulit. 

Tidak hanya ia sendiri, kawan-kawan sesama pengemudi becak di Kota Yogyakarta pun mengalami kondisi yang sama. Bahkan untuk berhasil mencukupi kebutuhan pokok harian saja, beberapa penarik becak ada yang menyambi menjual minuman, serta menjadi buruh atau petani.

"Belum lagi saingan di jaman sekarang mbak, banyak ojek-ojek sama taksi online. Orang-orang sudah banyak yang beralih kesana," ujarnya.

Ibarat sudah basah kehujanan, para penarik becak kayuh di Malioboro yang terdampak pandemi COVID-19 pun harus ikut bersaing dengan ojek dan taksi yang berbasis online. Yang mana transportasi online saat ini memang lebih diminati masyarakat, karena dirasa lebih cepat dan efisien.

Ditambah lagi seiring dengan berjalannya waktu, hadir bentor atau becak bermotor sebagai tuntutan dari perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan moda transportasi yang lebih cepat tetapi tidak meninggalkan nilai budaya. 

Dimana saat ini di kawasan Malioboro pun sudah banyak penarik becak kayuh yang beralih ke becak motor, sehingga mau tidak mau para penarik becak kayuh harus bersaing pula dengan becak motor.

"Sebelum adanya becak motor, becak kayuh sudah ada. Makanya saya ingin tetap melestarikan budaya, agar tidak hilang. Lagipula lebih enak dan santai saja." ucapnya saat ditanya alasan tetap menjadi pengemudi becak kayuh di Malioboro.

Meskipun begitu kondisinya, ia tetap rela menempuh perjalanan Wonosari-Jogja untuk tetap setia menanti penumpang becak kayuhnya walau kenyataanya terkadang hingga tak ada satu pun penumpang yang didapatnya. Bahkan sampai rela tak pulang, dan memilih menginap di becak tua miliknya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun