Mohon tunggu...
Def Tri Hamri
Def Tri Hamri Mohon Tunggu... -

berharap sama dihadap-Nya..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Desa…

4 April 2011   10:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senyum puas terlihat jelas terlihat ketika aktifitas sehari-harinya telah selesai dikerjakannya, sapa lembut namun melihatkan ketegasannya dalam bersikap keluar dari mulutnya dan mulai membuat coretan dibuku sakunya lalu memberikan lembaran uang kepada penjual buah sawit yang juga tersenyum puas, tak ada paksaan tak ada tekanan dari proses jual beli yang terjadi didesa ini, desa yang dianggap udik bagi sebagian masyarakat, desa yang dianggap tertinggal dan musti dibangunkan oleh sebagian kalangan.

Suasana desa yang sangat jauh dari intrik antar warga, berubah ketika perusahaan tambang PTFN mulai melakukan aktifitas pertambangan, warga terbelah menjadi 2 kubu, warga yang pro dengan PTFN karena dijanjikan akan dipekerjakan, dan kelompok anti tambang, karena menganggap PTFN tidak pernah memberikan efek positif kepada desa secara umunya. "saya menginjakkan pertama kali kedesa rawa indah ini tahun 1994, tak ada yang bisa diandalkan dari desa ini, jauh dari perhatian pemerintah kabupaten" ujar ibu dari 3 anak ini, Merry (20 tahun), Desy (16 Tahun) dan Agus (14 Tahun).

Dengan ketekunan warga, dan sikap prinsip senasib sepenanggungan, karena mayoritas warga didesa Rawa Indah adalah pendatang, denyut kehidupan desa Rawa Indah mulai berdetak, roda perekonomian masyarakat mulai berputar dan memberikan kontribusi positif pada peningkatan ekonomi warga desa. "PT Famiaterdio Nagara mengambil ketentraman kami, perusahaan tambang itu tak pernah bertemu dengan kami dan tiba-tiba saja datang menghancurkan pesisir pantai kami" ungkapnya pertama kali ketika bertemu dengan WALHI Bengkulu. Ikut duduk bercerita dengan kelompok pemuda dan bapak-bapak desa Rawa Indah ketika berdiskusi, sesekali menyela diskusi, berbagi informasi yang diketahuinya, sekaligus memberikan solusi dan pendapatnya mencari jalan penyelesaian permasalahan yang sedang dialami masyarakat desanya.

Bersama sang suami tercinta, Pak Jaya (ketua front selatan yang dibangun masyarakat bersama WALHI Bengkulu), mulai bahu membahu bersama warga lainnya, mendiskusikan tindakan-tindakan nyata yang harus diambil untuk menghentikan proses penambangan PTFN. "Kita harus bersatu, PTFN harus bertanggung jawab kepada warga, yang membangun daerah ini kita bersama-sama bukan mereka. Tolak PTFN dan kelompok-kelompok yang ingin menghancurkan keharmonisan warga kita" sebut maryam berapi-api, dengan raut muka menahan marah. Ya, Maryam namanya, sosok yang dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur, 37 tahun silam.

Segala bentuk intimidasi lansung, berupa ancaman, terror kepada keluarganya, atau bahkan janji pemberian sejumlah uang oleh pihak perusahaan untuk menghentikan proses penolakan warga terhadap keberadaan tambang dianggap angin lalu. "itu cara mereka untuk memecah belah warga, mereka menghalalkan semua cara untuk mengganggu konsentrasi kita, sudah harga mati, perusahaan tambang itu harus angkat kaki dari desa ini, tak ada tawar menawar dalam hal ini" sela maryam, ketika mengadakan diskusi desa menyikapi tawaran-tawaran yang diberikan oleh PTFN kepada suami dan pemuda desa Rawa Indah dan Penago baru yang menolak keberadaan tambang.

Memelihara semangat bermodalkan keinginan kuat tetap menjaga desanya, salah satu upaya yang dilakukan maryam adalah aksi turun kejalan, menyuarakan aspirasinya tentang penolakan perusahaan tambang PTFN. Dengan ikat kepala merah, bertuliskan KMPL (kelompok masyarakat peduli lingkungan) dengan tinju tangan kiri menjulang keangkasa "pemerintah kabupaten harus segera menutup tambang, bila bupati takut, kami yang akan menutup paksa aktifitas pertambangan PTFN" orasinya tegas terdengar, membangkitkan semangat warga dalam melawan rezim korup pemerintah kabupaten.

Maryam sosok wanita Desa yang datang dari negeri lain, yang menjadi ikon wanita desa dalam mempertahankan desanya dari ancaman perusahaan tambang penjarah kekayaan alam desa, salah satu sosok wanita desa yang dijadikan symbol keberhasilan perjuangan perempuan. Ya "bila pendatang saja ingin mempertahankan keselamatan desa kita dari perusakan perusahaan tambang PTFN, kenapa kita penduduk asli desa hanya diam berpangku tangan, kita harus tolak aktifitas penghancuran alam desa kita" celetuk warga dalam berbagai kesempatan rembug desa.

"Kami akan tetap mempertahankan desa, memperjuangkan hak kami sebagai warga Negara, keberhasilan kami mengusir aktifitas perusahaan tambang akan menjadi penyemangat bagi kami dalam memperjuangkan hak-hak yang wajib dipenuhi oleh Negara" ungkap maryam, ketika PTFN menutup aktifitas pertambangan di desa Penago Baru dan Rawa indah kabupaten Seluma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun