Mohon tunggu...
Defa Moses
Defa Moses Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Ad Maiorem Dei Gloriam

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengenal Fenomena Loneliness Epidemic

18 Maret 2024   14:50 Diperbarui: 21 Maret 2024   13:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu merasa sendirian? Atau pernahkah kamu merasa seperti ada kekosongan walaupun di sekitarmu adalah keramaian? Bisa jadi itu karena kamu sedang merasakan kesepian. Kesepian adalah sebuah pengalaman subjektif tentang perasaan negatif sebagai akibat dari hilangnya kontak dengan manusia berdasarkan keamanan psikologis di kehidupan sosial seseorang. Keamanan psikologis ini bisa hadir dalam bentuk hubungan yang berarti dengan orang lain yang dekat dengan kita; entah berupa pertemanan, rasa percaya, kontak fisik, perasaan dicintai dan lain-lain.

Mungkin sebagian besar dari kita pernah merasakan hal tersebut. Terlebih dalam situasi yang sempat memaksa kita membatasi diri dengan teman atau kolega ini, membuat kita canggung dalam relasi sosial pada masa pemulihan. Hal tersebut dibuktikan lewat penelitian yang dilakukan oleh kolaborasi Into The Light Indonesia, Greatmind dan Change.org yang menemukan, bahwa 98% orang Indonesia merasakan kesepian di masa pandemi, dengan subjek penelitian 70% di usia 18-34 tahun tahun (Nilson, U.A and Naden 2006). Selain hal ini bisa dikatakan sebagai loneliness epidemic di Indonesia, kesepian yang dirasakan setiap orang ternyata memiliki jenis yang berbeda-beda. Berdasarkan sumbernya, para ahli membagi perasaan kesepian menjadi tiga jenis (Change 2022):

Kesepian Situasional

Kesepian situasional ini terjadi lewat faktor keadaan sekitar yang menimbulkan munculnya perasaan negatif karena jauh dari orang terdekat atau mengalami perasaan ditinggalkan. Selain itu, muncul juga istilah Lockdown Loneliness yang hadir akibat social distancing dan lockdown selama pandemi COVID-19. Social distancing dan lockdown memunculkan diskoneksi dalam relasi sosial masyarakat.

Kesepian di Masa Perkembangan Mental Manusia

Menurut psikolog Erik Erikson, usia 19 hingga 40 tahun adalah usia yang krusial bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan intimasi. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menyebabkan perasaan terisolasi atau terasing dari dunia. Selain itu, setiap orang butuh masa-masa sendiri untuk dapat menyelami dan mengenali dirinya dengan baik. Ketidakmampuan menciptakan keseimbangan dalam hal ini juga bisa menghasilkan perasaan kesepian.  

Kesepian Internal

Kesepian jenis ini muncul akibat persepsi bahwa seseorang terus merasakan kesendirian. Seseorang yang memiliki self-esteem dan harga diri rendah cenderung sering merasakan kesepian tipe ini. Faktor lain yang berpotensi memunculkan perasaan kesepian jenis ini ialah akibat dari pola asuh orang tua yang otoriter, perasaan bersalah di masa lampau, perasaan ketidakberhargaan dan lain-lain.

Dampak Kesepian  

Pertama, kesepian mampu memicu gejala-gejala depresif bahkan memunculkan pemikiran ekstrem seperti bunuh diri. Kedua, Kesepian dapat berdampak pada kesehatan fisik karena berakibat pada peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan penurunan kualitas tidur. Ketiga, individu kesepian menunjukkan gangguan emosi berupa kecemasan, ketakutan, kemarahan dan pesimisme irasional. 

Menangani Loneliness Epidemic dan Menjadi Bahagia

Loneliness Epidemic bukanlah penyakit menular yang berbahaya seperti COVID-19. Namun, hal tersebut berdampak besar pada psikologis seseorang yang bisa saja mempengaruhi sudut pandang orang tersebut akan apa yang dihadapinya. Faktor penyebab loneliness epidemic yang umum dijumpai ialah kurangnya perasaan dipahami dan dimengerti yang menyebabkan  kesenjangan antara relasi yang diharapkan dengan realita yang ada. Perasaan ingin dipahami merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Bahkan, dalam beberapa penelitian membuktikan bahwa merasa dipahami justru lebih penting daripada merasa dicintai, walaupun keduanya sama-sama berarti. Walau begitu bukan berarti kesepian setiap orang itu sama satu sama lain. Setiap orang memiliki latar belakang dan cerita hidup yang berbeda-beda. Maka, yang dapat kita lakukan ialah mulai jujur kepada diri sendiri. Apakah aku benar-benar bisa bahagia sendirian? Dan jika aku mengalami kesepian, jenis sepi apa yang aku alami saat ini? Karena, mengakui dan mengenali kesepian di dalam diri adalah langkah awal untuk berdamai dengan kesepian yang kita rasakan.

DAFTAR PUSTAKA

Change. 2022. Banyak yang sedang kesepian dan berpikiran menyakiti diri sendiri? Cek hasil survei kita yuk! 4 Agustus. Diakses 17 Maret, 2024. https://www.change.org/I/id/surveiapakabarmu.

Nilson, B, Lindstrom. U.A, dan D Naden. 2006. "Is Loneliness A Psychological Disfunction? A Literary Study of the Phenomenon of Loneliness." Nordic College of Caring Science 93-101.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun