"Inilah yang disebut robot tidak ikhlas, karena tidak ikhlas Pak Prabowo dan Pak Sandi dicuri suaranya," teriak Khoirul Anas, ketika memaparkan dugaan kecurangan perhitungan suara Pilpres di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2019.
Ahli Informasi dan Teknologi (IT) asal ITB ini pun, mendapatkan applause dan seolah menghipnotis ribuan pendukung Paslon 02 Prabowo-Sandi, termasuk Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Sandiaga Uno.Â
Temuan Anas laksana oase di tengah kegalauan dan rasa frustrasi pendukung Prabowo-Sandi, atas kekalahan Pilpres sesuai sistem hitung (Situng) KPU yang terus diperkarakan.
Namun, benarkah klaim robot canggih tidak iklas temuan Anas begitu canggih dan mampu membalik kenyataan hasil Pilpres 2019 versi Situng KPU yang dituding sarat kecurangan? Menurut Ahli IT dari DIGITs (Digital Intelligence Initiatives) Steven Law, sebenarnya validasi data IT KPU (Komisi Pemiihan Umum), tidak lebih dari sekedar dashboard display, dimana data valid masih menggunakan kotak (computer rice) dan belum computerized, sehingga sangat gampang untuk mengecek kebohongan jika ada, lalu cek rice dan cek kotaknya.
Kalaupun data display atau tampilan data benar dan bukan edit-an, maka ini sejatinya hanyalah teknologi web scrapping biasa, dengan metode mengumpulkan sequensial html page, untuk melihat display data dalam satu website. Ada dua teknologi yang digunakan dalam robotic process automation-RPA, yaitu yang disebut web scrapping dan data scrapping.
"Yang ingin saya sampaikan adalah, ini tidak ada hubungannya dengan kecurangan. Setahu kami, sistem pemilu kita menggunakan system offline manual, dan display data hanya berupa dashboard laporan dan summary saja. Sehingga, setiap pekerjaan data entry, terutama dalam jumlah massive, sangat wajar terjadi database synchronization issue ataupun data entry error," papar Steven.
Dalam bahasa awam, sebenarnya ada banyak skenario synchronization issue. Misalkan seorang salesman, selama mengunjungi pelanggan, salesman mengubah nomor telpon untuk pelanggan "A " menjadi "12345" di aplikasi. Pada hari yang sama, departemen servis juga menerima surat dari "A" memberi tahu mereka, terkait nomor telpnya telah berubah. Agen divisi servis memperbarui catatan "A", tetapi sayangnya membuat kesalahan ketik saat memasukkan nomor dan memperbarui entry dengan "92345".
Dua pembaruan yang bertentangan dengan catatan sama, telah dibuat sejak terakhir kali salesman menyinkronkan data pelanggan. Di sinalah salah satu skenario konflik database synchronization terjadi. Nah, sekarang terserah server sinkronisasi untuk mendeteksi konflik terlebih dahulu. Ada berbagai cara, metode, proses dan lainnya untuk menyelesaikan. Konflik ini sering disebut write-write conflict. Ini very-very normal and nothing to do with robot.
Lalu, jika server sinkronisasi tidak dapat mendeteksi konflik, itu akan mengirim pembaruan yang telah diterima dari departemen servis ke device salesman, dan juga akan memperbarui master datastore dengan pembaruan yang dibuat oleh salesman pada siang hari. Akibatnya, konten kedua salinan tidak akan berisi data yang sama --- master datastore akan memiliki nomor telp "12345", dan di perangkat salesman akan berisi "92345".
Masalah ini mungkin akan tetap, tidak terdeteksi dan tidak dikoreksi, sampai seseorang yang berwenang memperbarui objek yang sama lagi. Ini salah satu dari sekian masalah database synchronization. Sekali lagi, tidak ada hubungannya dengan robot, atau web scrapping. Input data salah, diperbaiki dan display akan berubah. Input data salah terjadi disemua system IT tercanggih manapun, sehingga sangat diperlukan computer-rice (manusia) untuk memperbaiki data entry. Again and again, it's very normal ! nothing to do with robot.
Sejujurnya, paparan dan klaim robot tidak ikhlas temuan anas yang membangkitkan semangat pendukung Prabowo-Sandi, untuk melihat kecurangan pada sistem yang tidak online merupaan pekerjaan bodoh dan membuat robot terlihat bodoh. Sama bodohnya dengan melihat tulisan di Microsoft Word dan mencari kesalahan eja saat dokumen masih dalam draft.
Sudahlah, satellite internet sudah landing di Mars dan tahun 2040, sebagian manusia bumi mungkin sudah tinggal di sana. "Jadi nasehat saya kepada Anas, janganlah membodohoi rakyat dengan ilmu IT yang pas-pasan itu. Belajarlah yang giat, subscribe di Lynda.com, Udemy.com dan lainnya jika ingin belajar IT yang benar. Kau bodohi lah robotmu, scrapping data jutaan yang berubah tiap menit, kalau robotmu bisa berbicara, dia akan bilang kau bodoh sekali menciptakan aku buat pekerjaan ini," terang Steven.
Steven menghimbau, agar masyarakat tidak terpancing dan terprovokasi dengan robot bodoh web scrapping dan informasi sesat yang sengaja didistribusikan ke publik. Apalagi desain Pemilu/ Pilpres menurut UU, rekapitulasi dilakukan secara manual dan berjenjang, untuk dijadikan sebagai dokumen resmi penetapan hasil Pemilu. Jadi, percayakan saja kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu sebagaimana diamanatkan konstitusi.[*d
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H