Mohon tunggu...
Deepthroat United
Deepthroat United Mohon Tunggu... -

Awareness-oriented

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berita Penyadapan SBY, Momentum Tepat untuk Balik Menggertak Negara Penyadap

30 Juli 2013   18:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:49 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Efek domino itu akhirnya sampai juga dampaknya ke Istana Negara. Terkuaknya program pemantauan rahasia yg dilakukan NSA (National Security Agency) oleh Edward Snowden, mantan karyawan kontraktor badan intelijen AS tersebut menimbulkan implikasi yg teramat luas dengan dampak yang tidak terduga sebelumnya. Bahaya atau kerusakan (damage) yang ditimbulkannya tidak hanya sebatas hubungan antara AS-Snowden yang paspornya telah dicabut otoritas AS, namun juga terhadap relasi AS dengan negara-negara lain. Dalam dokumen yang juga dibocorkan Snowden, terkuak fakta bahwa terdapat penyadapan terhadap delegasi-delegasi negara yang tergabung dalam kelompok G-20 saat menghadiri KTT di London 2009 silam. Kebocoran informasi sangat rahasia dari Snowden tersebut mengungkap adanya penyadapan yang dilakukan Inggris sebagai tuan rumah bekerjasama dengan AS. Belakangan diketahui bahwa Australia juga mendapat dukungan intelijen dari penyadapan ini utk mendukung misi mereka guna memperoleh posisi di Dewan Keamanan PBB. Dengan menargetkan delegasi-delegasi negara tertentu, termasuk diantaranya negara-negara Uni Eropa, Rusia, dan juga terakhir diketahui dan diangkat oleh media Australia, Sydney Morning Herald dan The Age, bahwa delegasi negara-negara emerging power Asia, seperti India, China, dan Indonesia juga menjadi sasaran penyadapan. Benar, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta delegasinya menjadi sasaran penyadapan Inggris dan AS.

Dalam sejarah perkembangan intelijen Indonesia, ini adalah pertama kalinya terjadi pengungkapan secara luas di media internasional dan diikuti oleh media nasional mengenai penyadapan terhadap RI-1 hingga terekspos secara luas ke ruang publik, tentunya dengan adanya variabel kecanggihan teknologi informasi yang sedemikian cepat dan tidak terbendung.. Terkuaknya penyadapan, terutama terhadap orang nomor 1 di Indonesia ini menimbulkan banyak pertanyaan, keterkejutan, dan juga ekspektasi akan reaksi tegas yang diharapkan dapat dikeluarkan pemerintah secara resmi terhadap aksi penyadapan ini. Sayangnya, hingga saat ini, berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh Kemenlu, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Jubir Kepresidenan bidang hubungan luar negeri masih hanya bersikap mengecam atau setidaknya lebih bermain “safe” atau aman. Pernyataan dari Kemenlu bahwa diperlukan konfirmasi dari Australia, Inggris, dan AS atas penyadapan terhadap SBY dan delegasi Indonesia tersebut justru mengundang pertanyaan yang sangat fundamental mengingat tidaklah mungkin suatu negara maupun institusinya secara resmi mengakui adanya praktek penyadapan terhadap negara sasaran, apalagi Inggris dengan GCHQ-nya dan Amerika Serikat dengan NSA-nya.

Sebenarnya Indonesia pun tidak harus merasa inferior dengan terungkapnya aksi penyadapan oleh negara-negara besar tersebut mengingat banyak juga negara lain di KTT G20 London tersebut yang menjadi sasaran , termasuk Rusia, Jerman, India, dan China. Khususnya Rusia dan China yang juga memiliki sejarah panjang dalam hal intelijen dan kontra intelijen. Namun yang menjadi perbedaan pokok dalam hal ini adalah bagaimana seharusnya pemerintah Indonesia dapat secara efektif melakukan counter informasi, dengan proporsional, terukur, namun tetap tegas dalam menyikapi penyadapan ini, mengingat berbagai bentuk penyadapan tidaklah dapat dibenarkan dalam etika hubungan antar negara, meskipun praktek ini lazim dilakukan oleh intelijen. Tidak ada salahnya apabila pemerintah bersikap tegas dengan menyampaikan nota keberatan serta penjelasan resmi dari Australia, Inggris, dan AS guna lebih menjelaskan hal ini serta memastikan kembali keseriusan komitmen negara-negara tersebut untuk tetap menjaga hubungan baik dengan Indonesia.

Terlepas dari adanya banyak hal di atas, pengungkapan kasus penyadapan ini seharusnya dapat menjadi kartu untuk dimainkan oleh Presiden, atau setidak-tidaknya intelijen Indonesia. Dalam banyak kasus spionase, pengungkapan kasus tersebut justru dapat meningkatkan bargaining position dalam menggertak negara lawan. Sebagai contoh, kasus spionase yang sering terungkap di Rusia atas penangkapan mata-mata ataupun percobaan perekrutan (recruitment attempt) mata-mata sebagaimana tertangkapnya agen CIA Ryan Fogle di Moscow beberapa bulan lalu dapat menjadi tolok ukur bahwa suatu pengungkapan kegiatan rahasia oleh negara lain dapat dimainkan. Dalam kasus penyadapan SBY, seharusnya ini dapat menjadi momentum tepat untuk lebih menggertak negara-negara besar, seperti AS, Australia, dan Inggris. Apalagi, oleh ketiga negara tersebut tidak ada yang membantah meskipun tidak ada pula yang membenarkannya.

Kasus Edward Snowden memang telah berimplikasi secara luas dalam hubungan internasional menyangkut kepentingan negara-negara besar yang disebutkan dalam data rahasia yang telah dibeberkannya pada bulan juni lalu, hingga akhirnya berefek pula pada Indonesia. Untuk melakukan counter, sekali lagi, pemerintah Indonesia harus mengeluarkan pernyataan resmi akan hal ini sehingga tidak terdapat lontaran opini yang bersifat parsial dari sekian banyak institusi. Upaya tindakan balasan (retaliation) harus juga dilakukan sebagai respon atas terungkapnya penyadapan terhadap RI-1 yang pada hakekatnya merupakan representasi negara sebesar Indonesia. Semoga saja momentum ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, dan isu ini tidak menjadi hilang begitu saja dengan tertimpa oleh isu-isu mendatang. Dan di sisi lain, tidak boleh dilupakan juga bahwa ini merupakan pembelajaran bagi Indonesia untuk juga lebih memperkuat aspek kontra intelijennya sehingga berbagai bentuk penyadapan dapat segera dinetralisir demi kepentingan nasional kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun