Mohon tunggu...
Dewi eF
Dewi eF Mohon Tunggu... Pelajar/mahasiswi -

hanya seorang mahasiswa yang ingin berbagi sedikit yang ia dapat dari bangku kuliah hari ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Novel Tere Liye

19 Februari 2017   23:40 Diperbarui: 20 Februari 2017   00:08 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bicara soal novel, memang menjadi daya tarik tersendiri bagi remaja apalagi novel kisah cinta. Penulis modern kalangan atas saat ini mampu menuangkan moral dalam novelnya yang cerdiknya dibungkus dalam kisah cinta atau cerita heroik jaman dulu. Alhasil tanpa disengaja para remaja yang cinta novel ini sering hal nya menggunakan quotes membangun yang terdapat dalam novel modern. Terkadang saya merasa heran dengan novel modern yang saya baca, dari judulnya saya merasa ini adalah novel politik, dari kisahnya saya menilai ini novel fiktif politik jaman kolosal, tapi yang saya dapat atau hikmahnya malah parenting yang  jauh dari isi, tapi tetap nyambung lah. 

Seorang novelis modern yang telah menghasilkan banyak karya dan hampir semua karyanya mebooming dikalangan remaja maupun dewasa, tidak terlalu tampan namun saya rasa anda tidak akan mengalihkan pandangan ketika beliau sudah mulai bicara. penulis novel terbaik yang pernah saya baca sepanjang sejarah saya bisa membaca novel, dia adalah bang Tere Liye. sekedar info kalau remaja yang saya gambarkan diatas tidak terkecuali saya sendiri, karna memang banyak sekali novel beliau yang menginspirasi saya untuk menulis dan kreatif dalam memandang masalah. Ada salah satu quote dalam novel beliau yang berjudul negeri di ujung tanduk yang masih melekat dalam ingatan yakni "Kau tahu, Nak, sepotong intan terbaik dihasilkan dari dua hal, yaitu, suhu dan tekanan yang tinggi di perut bumi. Semakin tinggi suhu yang diterimanya, semakin tinggi tekanan yang diperolehnya, maka jika dia bisa bertahan, tidak hancur, dia justeru berubah menjadi intan yang berkilau tiada tara. Keras. Kokoh. Mahal harganya". 

“Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasannya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, maka kita akan tumbuh menjadi seseorang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh.”
Tere Liye, Negeri Di Ujung Tanduk

Dari quote ini ada sesuatu menarik yang sekarang menjadi perhatian saya, sesuatu yang sering saya temukan didaerah pinggiran dan kalangan menengah kebawah. Tentang fenomena drama dimasyarakat, kisah kehidupan yang kadang saya pikir pikir mirip sekali dengan sinetron TOP (Tukang Ojek Pengkolan) gaya bermasyarakat dan kelas ekonomi yang berdampak pada gaya hidup dan sikap. ini bukan novel, ini kisah nyata masyarakat indonesia tentang sikap pengasuhan orang tua kelas menengah yang saya rasa sudah seperti pande besi, ingin menghasilkan berlian termahal, karenanya terus saja memberikan tekanan dan suhu panas yang padahal tidak semua berlian itu sama. tidak semua berlian kuat, tidak mudah hancur, tidak semua berlian dapat berkilau ketika telah dipanaskan. 

Seperti pande besi atau tukang berlian pada umumnya mereka akan mengecek kekuatan berlian atau besi yang akan mereka olah sebelum memberikan tekanan dan suhu yang panas, agar mereka dapat mengukur panas dan tekanan yang akan diberikan sehingga barang tidak hancur dalam proses pengolahan. 

Seperti halnya berlian, anak melebihi segalanya dalam kehidupan orang tua, karenanya adat memaksa atau menekankan kemauan orang tua pada anak adalah hal yang mematikan. mengapa demikian ? jawabanya adalah karena setiap manusia di dunia ini memiliki hati sendiri sendiri,emosi sendiri sendiri, dan yang pasti pikiran sendiri, sekalipun dia adalah anak anda tapi hati mereka tidak numpang di hati ayah atau ibunya.  setiap sesuatu yang menjadi harapan bagi anak, namun orang tua tidak memberikan lampu hijau tanpa adanya pengarahan hal ini akan memberikan efek kecewa yang berdampak pada hal hal lain dalam proses perkembanganya khususnya anak anak 3-8. seperti trafic laight yang seringnya tanpa lampu kuning, bikin kaget saja dari merah tiba tiba langsung hijau kan bikin yang belakang klakson klakson, hihihi... Yang saya heran lagi kenapa seperti tidak ada beda antara memaksa dan mengarahkan, atau mungkin bagi kalangan orang tua mengarahkan adalah bahasa halus dari memaksa yang digunakan untuk berargumentasi. 

Dari fenomena paksa memaksa ini banyak orang tua yang secara tidak sengaja maupun sengaja membentak dan berkata kasar pada anak anak yang tidak patuh, dan secara tidak sengaja pula orang tua telah mematikan sel sel pada otak anak yang diakibatkan bentakan dan kata kata kasar. berlian aja di elus elus, masak anak dibentak bentak yah, bu. 

Ada masa dimana orang tua harus memaksa namun setelah proses mengarahkan yang isinya menjelaskan kondisi atau sebab akibat dan harapan orang tua. seperti lampu hijau yang tidak semerta merta langsung lampu merah. Anak bukan tempat sampah, yang akan anda beri setumpuk rasa capek anda ketika pulang kerja, yang akan anda bentak bentak ketika mereka tidak menjadi sesuai dengan apa yang anda inginkan.  Tidak ada didunia ini yang tidak dapat diluluhkan dengan kelembutan, batu saja bisa berlubang ketika terus menerus ditetesi air. 

Karenanya merubah sikap, dan moral saat atau lebih baiknya sebelum menjadi orang tua adalah sesuatu yang sangat penting, bukankah sebelum menghidangkan makanan lezat anda harus bisa memasak. Namun perlu dingat bahwa "menerka itu tak selalu menjadi nyata, dan apa yang terjadi juga tidak selalu berasal dari rencana. Seperti itulah perasaan, terkadang suasana duka adalah muasal sebuah tawa"  apapun yang orangtua rencanakan untuk anak pada akhirnya semua adalah takdir Allah SWT. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun