Pernah suatu kala,
saya berdiri di tengah hutan
harusnya rindang, harusnya hijau
tapi nyatanya cuma gurun pasir
dengan angin yang membentuk badai
menebus setiap kering.
Pernah suatu kala,
saya berendam di sebuah danau
yang dingin, yang biru penanda kedalaman
tapi ternyata cuma comberan
berkumpul air cokelat yang susah hilang
bila terpercik ke kulit.
Pernah suatu kala,
saya melayang di udara
di mana sayap tak pernah patah
lagi-lagi nyata bahwa ini cuma ruang hampa
menyeruput segala logika
hingga jatuh terjerembab karenanya.
Pernah suatu kala,
saya ke tempat pejagalan sapi
yang darahnya mengalir di setiap inchi lantai
berlomba dengan guyuran air dari lubang selang kecil
menghilangkan bau-bau tak sedap yang tak mau bersembunyi
nyatanya saya tertipu, bukan tempat itu yang amis, tapi saya.
--Jogjakarta, 17 april 2012 17:40--
--bau amis ruangan hitam itu masih ada--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H