[caption caption="Bus Transjakarta ukuran sedang ex-Kopaja."][/caption]Saya (dulu) adalah salah satu pelanggan Kopaja AC S 602, jurusan Ragunan-Monas-Senen. Sampai dengan awal bulan Desember ini, saya masih memanfaatkan bus mungil berwarna abu-abu dan hijau itu untuk mengantar saya pergi pulang ke tujuan tertentu. Bukan apa-apa, bus ini bisa mengantar saya sampai tujuan dengan cepat karena lewat jalur busway, tapi bisa berhenti di sembarang tempat. Jadi, orang bisa langsung menyetop bus ini di perempatan jalan atau di seberang gang, tanpa perlu masuk ke dalam halte busway.
Ternyata, pemerintah mempunyai akal jitu untuk mengurangi pengguna kendaraan umum bandel macam saya, yang bisa memberhentikan bus sembarangan dan mengganggu sirkulasi bus-bus Transjakarta lainnya. Sejak tanggal 29 Desember yang lalu, Kopaja AC S 602 sudah berganti baju menjadi bus Transjakarta, ditandai dengan perubahan warna bus menjadi abu-abu dan biru muda. Sebagai pengemudi bus Transjakarta, otomatis para sopir menaati ketentuan Transjakarta untuk hanya menaik-turunkan penumpang di halte busway. Jadi, tidak ada lagi menghentikan bus di tengah-tengah jalan.
[caption caption="Kopaja AC S 602 sebelum bergabung dengan Transjakarta."]
Hari pertama bus Transjakarta ex-Kopaja jurusan Ragunan-Monas beroperasi, banyak penumpang yang ragu-ragu untuk menaiki bus ini, karena takut dikenai tambahan biaya. Berhubung saat itu cukup pagi dan saya tidak terlalu terburu-buru, saya iseng mencoba naik bus Transjakarta mungil yang berhenti di halte tempat saya berada. Kalau jalurnya menjauhi tujuan saya, ya tinggal berhenti di halte berikutnya. Kalau ternyata ada biaya tambahan ... ya itu resikonya mencoba-coba.
Ternyata, tidak ada biaya tambahan. Lalu, sopir bus yang saya naiki itu (kalau saya tidak salah ingat) adalah salah satu sopir Kopaja AC S 602 yang sudah cukup saya kenal tampangnya. Saya duduk di kursi dan mengamati interior bus. Walau sudah ada stiker-stiker dan informasi khas bus Transjakarta, tetap saja interiornya khas Kopaja, yang didominasi warna hijau. Kursinya lebih banyak dari bus Kopaja AC biasanya, sehingga nampak sesak. Walau secara keseluruhan cukup bersih, tetap saja interior bus terlihat tua dan tidak terlalu terawat. Kursinya juga nampak lusuh dan tua.
Penumpang bus relatif sepi, meskipun calon penumpang yang ada di halte-halte yang dilewati cukup banyak. Beberapa kali sopir berseru-seru, “Monas, Monas!” Tapi jarang ada penumpang yang naik. Mungkin orang-orang curiga akan disuruh bayar lagi saat masuk ke dalam. Dari tempat saya duduk (dekat pintu), sempat terdengar beberapa orang calon penumpang yang antre di halte busway kasak-kusuk menyebut-nyebut kata “Kopaja”. Karena bus ex-Kopaja ini tidak membawa kenek bus, jadi tidak ada yang bisa menjelaskan kepada calon penumpang bahwa bus ini tidak menarik bayaran lagi di dalam.
[caption caption="Bus Transjakarta ukuran sedang ex-Kopaja."]
Di malam harinya, masih di hari pertama tersebut, ada kejadian menarik. Ternyata sopir bus Transjakarta trayek lain juga ada yang belum tahu tentang keberadaan bus Transjakarta ukuran sedang jurusan Monas-Ragunan ini. Saya kebetulan duduk di bagian depan bus ex-Kopaja tujuan Ragunan. Saat berhenti di lampu merah di Jl. Gatot Subroto, ada bus Transjakarta (sepertinya jurusan PGC) yang berhenti mepet ke bus kami, lalu timbullah percakapan berikut.
Sopir Bus PGC: “Hei, trayek mana nih?” (Sambil teriak, seperti umumnya sopir bus kalau ngobrol sambil menyetir bus.)
Sopir Bus ex-Kopaja: “Monas Ragunan.”
Sopir Bus PGC: “Sudah berapa lama?”
Sopir Bus ex-Kopaja: “Sehari.” (Sambil mengacungkan jari telunjuknya dan tertawa.)
Sopir Bus PGC: “Berapa dapetnya?”
Sopir Bus ex-Kopaja: “Lumayan, lah. Dihitungnya per kilometer.” (Dia lalu menyebutkan angka per kilometernya.)
Sopir Bus PGC: “Boleh juga tuh. Masih ada lowongan nggak?”
Sopir Bus ex-Kopaja: “Katanya masih butuh 300 sopir lagi. Datang saja ke ...” (Saya lupa persisnya daerah yang disebutkan oleh sopir tersebut.)
Kemudian ada pembicaraan lanjutan, tapi mereka membahas nama-nama orang yang sepertinya ada hubungannya dengan pekerjaan mereka, atau nama sesama sopir bus Transjakarta. Saya dalam hati cuma berpikir, “Ooo ... ternyata memang informasi tentang bus Transjakarta ukuran sedang memang kurang memasyarakat.”
Di hari kedua bus ini beroperasi, penumpanglah yang bersemangat memperkenalkan bus ini kepada penumpang lainnya. Karena tidak ada kenek, sudah pasti para penumpang yang antre di halte tidak tahu ke mana trayeknya bus-bus ukuran sedang ini dan ada biaya tambahan atau tidak. Saya ingat di setiap bus berhenti, beberapa penumpang di dalam bus berseru kepada para calon penumpang yang antre, “Ke Monas Mbak, Ke Monas, Pak. Tidak bayar lagi.” Bahkan, beberapa penumpang dengan bangganya memamerkan kepada para penumpang baru bahwa mereka tahu bus yang mereka tumpangi itu adalah bus Kopaja yang disulap menjadi bus Transjakarta.
Karena ada bus ex-Kopaja yang melewati Kuningan dan ada yang melewati Semanggi (sama-sama tujuannya ke Monas), maka beberapa calon penumpang harus gigit jari saat tahu bus yang mereka tumpangi tidak melewati ke halte tujuan mereka. Di hari ketiga, ada beberapa penumpang yang kaget saat tahu bus ex-Kopaja yang mereka tumpangi berbelok dari jalan Terusan Kuningan masuk ke Gatot Subroto. Informasi dari beberapa penumpang lain bahwa bus ini dulunya Kopaja dan mengikuti trayek bus Kopaja AC S 602 malah membuat mereka meminta sopir untuk menurunkan mereka di pinggir jalan. Mendadak sontak para penumpang melarang mereka menuju ke pintu kiri (pintu ke jalan). “Mbak, ini bukan Kopaja lagi. Turun di (halte) Jamsostek saja.”
Hari ini (tanggal 1 Januari 2016), baru saya sadar ternyata bus Transjakarta ukuran Kopaja tidak hanya ada di trayek Ragunan-Monas. Bus Transjakarta jurusan Monas-Pantai Indah Kapuk juga berukuran Kopaja. Lumayan juga menambah jumlah armada Transjakarta. (Setelah browsing-browsing, barulah saya tahu ternyata beberapa trayek lain juga memiliki armada ex-Kopaja ini.)
[caption caption="Bus Transjakarta tujuan Pantai Indah Kapuk."]
Hari ini juga, saya sudah melihat spanduk-spanduk di halte busway yang menginformasikan bahwa penumpang tidak akan ditagih biaya tambahan jika naik bus Transjakarta ukuran sedang. Mungkin untuk mengurangi kecurigaan calon penumpang terhadap bus-bus transjakarta berukuran bantat itu. (Tapi informasi ini kurang akurat karena tidak ditambahi keterangan bahwa kalau tujuan akhirnya di luar jalur busway, misalnya ke Pantai Indah Kapuk, penumpang akan dikenai biaya tambahan. Bisa menimbulkan masalah kalau ada yang naik bus Transjakarta ukuran Kopaja sampai Pantai Indah Kapuk dan menolak membayar tambahan Rp 2.500,- saat bus sudah memasuki kawasan PIK.)
Oh ya, hari ini juga saya baru menyadari bahwa ada sopir bus Transjakarta ukuran sedang jurusan Ragunan-Monas yang (sepertinya) bukan mantan sopir Kopaja AC S 602. Kebetulan tadi malam hujan. Saya sedang naik bus ke arah Ragunan. Sopir bus kami sempat bingung saat lewat di bawah flyover dekat Hotel Le Meredien. Dia panik dan bahkan sampai berseru keras-keras, “Lho, kok kelewatan, di mana nih muternya? Gimana masuknya (ke jalur lambat)?” Entah karena hujan deras sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas atau memang lupa jalan, sepertinya dia takut kelewatan belokan Semanggi untuk masuk ke Gatot Subroto. Dia pikir flyover itu adalah flyover di Semanggi. Untung banyak penumpang yang sudah biasa dengan trayek S 602, jadi banyak yang membantu. “Lurus lagi!” “Belum Pak.” “Depan lagi.” Sopir yang nampak grogi dan kemudian sempat kebingungan saat pintu halte tidak terbuka saat busnya berhenti ini sepertinya masih baru. Hahaha!
[caption caption="Spanduk harga bus Transjakarta, termasuk yang berukuran sedang."]
Jadi, saya (masih) salah satu pelanggan Kopaja AC S 602, jurusan Ragunan-Monas-Senen. Sampai dengan awal bulan Desember ini, saya masih memanfaatkan bus kecil berwarna abu-abu dan hijau itu untuk mengantar saya pergi pulang ke tujuan tertentu. Setelah bus ini ganti baju menjadi bus Transjakarta, saya tetap setia menaiki bus ini (walau sekarang trayeknya tidak sampai Senen). Bukan apa-apa, bus ini bisa mengantar saya sampai tujuan dengan cepat karena lewat jalur busway, walau tidak bisa berhenti di sembarang tempat. Tidak masalah. Toh, hal ini membantu menjaga ketertiban lalu lintas juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H