Mohon tunggu...
Dee Hwang
Dee Hwang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

22 years old. im violinist, a writer and frelancer painter. feel free to read my blog too here http://deehwang0909.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jauh

20 Juni 2014   06:47 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:02 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saya tidak dapat menjelaskan mengapa lelaki inilah yang jadi pengecualian. Membuat saya hilang kuasa untuk berkata tidak. Tak mampu mengelak dari permintaan, apapun itu, yang biasanya selalu berakhir penolakan untuk semua orang kecuali permintaan itu, darinya.

Saya tidak dapat menjelaskan mengapa saya dapat segugup itu. Saya bahkan selalu menata senyum, merapikan pakaian, rambut, melatih lirikan bahkan langkah kaki, berharap ia jatuh hati hingga terbawa mimpi. Meski pada akhirnya ialah yang membuat saya lupa diri pada gravitasi, melalui tujuh lapis langit bahkan tinggi, tinggi, lebih tinggi lagi, ketika mata, telinga, hidung, semua saraf pada diri mengindera kehadirannya di sisi.

Saya tidak dapat menjelaskan mengapa saya selalu melisankan namanya ketika hati ini, yang katanya lugu, menggelinding tanpa arah melaju, menuju ke sebuah tempat yang rawan untuk saya yang rapuh, yang katanya dapat menghancurkan saya. Saya tak dapat menjelaskan mengapa saya selalu merasa aman bersamanya.

Saya tidak dapat menjelaskan pula kenapa saya rela lumpuh. Tidak apa-apa untuk tidak dapat melakukan hal lebih baik darinya, menjadi seseorang yang bergantung padanya, dan rela menjadi kalah asal yang saya tahu lelaki inilah yang ada di posisi satu.

Saya pun tak dapat menjelaskan mengapa nyatanya, di kemudian hari saya menemukan diri saya lah yang merana. Mengapa? Bukankah ini anugerah, mengapa saya jengah, mengapa ingin marah?

Saya hanya dapat menjelaskan bahwa inilah saya. Saya yang tidak mau mengerti, saya yang ternyata memang jatuh cinta padanya ini, mendapati bahwa kami berdiri pada dua sisi koin yang berbeda.

Saya kepala. Ia ekor. Meski satu....kami jauh.

Jauh sekali.

#Untukmu. Yang meski suatu hari kamu tahu, kau tetaplah jauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun