Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Mediator Urusan Sulit

Akun kedua di Kompasiana. Akun pertama sejak centang biru dihilangkan jadi ga bisa diakses. Perempuan biasa yang demen menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resep Sukses Pedagang Kuliner, Rajin Ibadah Tapi Tak Lupa Healing

30 Mei 2024   16:46 Diperbarui: 30 Mei 2024   16:48 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc. CNBC
Doc. CNBC

Sementara Kachong cukup berdagang soto ayam 4 tahun, bisa membeli kedua mobil tersebut. Omset Kachong Rp. 2 juta/ hari, pedagang mie ayam, bubur ayam, nasi uduk berkisar Rp. 1juta/ hari.

Saya rasa rezeki Kachong jauh lebih besar dari pedagang lain selain karena ada unsur nasinya ( dimana orang Indonesia selalu memerlukan nasi ) juga karena ibadahnya kuat. Sejak dagangannya belum melejit, Kachong selalu mengisi bulan Ramadhan dengan ibadah total tanpa berdagang sama sekali.

"Moso Ramadhan ga istirahat, Mbak."  

Tidak terlalu lama bagi para pedagang kuliner area portal samping rumah mencapai omset tinggi. Semuanya malah bermula saat Covid19 masuk ke Indonesia. Pedagang nasi uduk yang semula mangkal di depan Alfamart diusir. Dan beralihlah dia ke jalan samping rumah saya yang hanya beda 1 rumah dengan Alfa. Karena Covid19 datang portal ditutup permanen, biasanya buka tutup. Ini tentu menguntungkan bagi mereka tapi saat itu ketua RW malah akan menertibkan keberadaan para pedagang kuliner tersebut bahkan sudah mengancam akan mendatangkan satpol PP untuk mengangkut mereka. Jadilah mereka minta tolong saya untuk berunding dengan ketua RW yang kisahnya pernah saya tuliskan di sini dan memenangkan lomba ini.

Akhirnya ketua RW menyerah dan mereka bisa tetap berdagang. Sebagai tanda terimakasih, mereka selalu menggratiskan saat saya jajan. Ini tentunya membuat saya tak enak hati jadi saya bisa dibilang jarang sekali jajan di sana.

Saya lebih suka mencari alternatif jajan di tempat lain yang cukup banyak karena usaha kuliner memang jadi pilihan banyak UMKM. Hingga 2 tahun lalu saya menemukan pedagang pecel yang buka menjelang Maghrib. Melihat animo pembeli yang cukup banyak membuat saya ikutan membeli. Alamak ternyata enak sekali karena bumbu pecel buatan sendiri yang rasanya tebal. Sayurannyapun direbus setengah matang, tidak lembek,  baik bumbu pecel maupun sayuran diberikan dalam jumlah yang banyak, padahal harganya hanya Rp. 10 ribu. Sementara  tukang gado-gado serta ketoprak yang terletak 200 meter dari situ membandrol dagangannya dengan harga Rp. 15 ribu/ bungkus. Maka tak heran jika pembelinya ramai. Ibu Pecel Tak hanya menyediakan pecel, dia juga berdagang aneka lauk matang dari pepes ( tahu, ikan, ayam ), aneka tumis ( oncom, teri, ikan ) hingga gorengan yang ukurannya besar dan bisa disantap dengan dibubuhi  bumbu pecel.

Doc Pribadi
Doc Pribadi

Biasanya orang-orang membeli untuk disantap di rumah, selain emak-emak banyak juga mas-mas kantoran yang membeli. Tentunya pecel jadi alternatif makan malam yang lebih sehat.

Hampir tiap hari saya membeli dagangan Ibu Pecel hingga suatu hari saya tidak menemukan si Ibu. Bertanya pada sesama pedagang di sana,

"Dia ke Puncak, kan harpitnas."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun