Purnama, tentang perasaan ini, aku rasa sudah cukup sampai di sini.Mungkin untuk seterusnya akan aku letakkan rasa ini pada tempat yang semestinya. Akan ku kembalikan rasa ini pada Nya meski lewat elegi-elegi yang selalu membuat aku menangis.
Purnama, kalau saja Dia mengijinkan, aku akan terbang bersama malaikat-malaikatNya untuk menemuimu di langitNya yang indah, walau hanya sekedar menyapa dan melihat senyummu dari dekat. Senyum yang bukan hanya untukku, senyum yang kau bagi kepada ciptaanNya yang lain.
Cahayamu... Ya, cahayamu membuat malam menjadi terang walaupun tidak benderang. Teduh hati hanya sebatas memendang, resah jiwa menerjang, menanti saat kau datang.
Tapi mungkin ini purnama terakhir, saat kau datang kelak aku akan menghilang, itu kan maumu??(mungkin).
Kata seseorang, kadang perpisahan tidak punya perasaan. Yah itu yang aku rasa saat ini. Meskipun aku yang memilih untuk menghilang.
Malam tak seindah biasanya tapipurnama terakhir nampak begitu mempesona. Bulat utuh sempurna. Setidaknya aku bisa menikmati pesonamu untuk yang terakhir kali (mungkin).
Apa yang sudah terpatri menjadi satu nalar yang harus segera dilupakan. Menata hati menata diri tanpa harus menanti.
-Ay-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H