"Kok resign sih? Kenapa?"
"Walah.. dimana-mana orang pengen jadi PNS, kok kamu keluar sih?"
Demikian beberapa comment dari orang-orang yang mendengar keinginanku resign dari PNS
Memang agak janggal, dimana sebagian besar orang berjuang untuk menjadi PNS, aku malah resign dari PNS. Bagiku hidup adalah pilihan, perlu pengorbanan yang cukup besar untuk mendapatkan sesuatu yang luar biasa.
Setelah hasil test pack menunjukkan 2 garis, aku dihadapkan pada pilihan yang sulit :
1.Tetap bekerja pulang pergi Sidoarjo – Karimunjawa dalam keadaan hamil dan membahayakan kondisi janin dan setelah melahirkan LDR dengan bayi dalam keadaan yang tidak memungkinkan memberikan ASIP.
2.Resign dari PNS untuk hidup "normal" berkumpul dengan suami dan memulai mencari pekerjaan baru yang jelas tidak mudah.
Sungguh sangat berat bagiku, karena keluarga besarku menyayangkan jika aku keluar dari PNS, namun aku juga tidak sampai hati jika meninggalkan suamiku yang berusaha memenuhi kewajibannya sebagai seorang kepala rumah tangga untuk mencari nafkah serta bayi yang membutuhkan ASI.
Mutasi bukanlah hal yang mustahil, namun kita semua tahu bahwa birokrasi di Indonesia terlalu rumit untuk dilalui, yang pasti membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar. Padahal sudah ada instansi di Surabaya yang siap menampungku, namun apa mau dikata jika Kepala Bandara tidak mau melepaskanku dengan alasan tidak bisa mutasi sebelum 5 tahun dan sudah resiko yang didapat jika jadi PNS. Yah aku sangat paham resiko itu di saat semua orang mempertanyakan kengototanku bertahan di Merpati meski sebagai outsourcing. Karna disana aku merasa nyaman dan aman sebagai seorang muslimah.
Sempat aku berdiam diri setelah melobby atasan namun tak berhasil juga, sedangkan keluarga dan diri pribadi masih berlawanan paham. Namun akhirnya terkirim juga surat permohonan pengunduran diri.
Saat ini, keyakinan dan ilmuku sebagai seorang muslimah mulai aku pertanyakan sendiri. Selama ini aku banyak belajar ilmu tentang kesholehan seorang istri, tapi apakah bisa aku aplikasikan dalam hidupku?
Mana yang wajib dihadapan Allah, berpisah tempat tinggal (berjauhan) dengan suami untuk bekerja atau menjaga suami serta keluarganya agar selamat di dunia dan akhirat? Siapakah yang patut disalahkan, ketika seorang suami tertarik pada wanita lain kemudian beliau segera pulang ke rumah, namun di rumahnya tak ditemukan istrinya karena tidak tinggal bersamanya?
Bukankah anak itu titipan dari Allah SWT, masa mau dititipkan orang lain? Bukankah melahirkan dan menyusui merupakan kodrat wanita? Dan aku merasa durhaka kepada anak jika aku lalai dalam menjalankan kodrat.
Insyaallah rejeki tidak hanya di PNS. Mungkin suatu saat nanti aku bisa menemukan pekerjaan yang membuatku nyaman sebagai muslimah atau mungkin aku bisa kembali ke pekerjaan yang aku cintai di Merpati (ngarep CLBK hihihi..kenapa tidak?aku dan suami ajah bisa CLBK).
Semoga pengorbananku tidak sia-sia dan menjadi pondasiku di surga nanti serta menambah amal kebaikan orangtua karna telah mendidikku menjadi anak dan istri sholehah. Amin....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H