Mohon tunggu...
Dewi Lestari
Dewi Lestari Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sudah di Bogor, sementara akan jadi pembaca setia kompasiana.. :)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kok.. Birdy..

20 Mei 2010   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:06 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya, pada tahun ini bulan Mei adalah bulan bulutangkis bagi Indonesia. Karena pada bulan ini tim putera dan puteri bulutangkis Indonesia berjuang di kompetisi piala Thomas dan Uber (meskipun hasilnya kita hanya jadi finalis dan semifinalis). Tidak mau terlewatkan momen tersebut, maka kali ini aku ingin membuat tulisan mengenai bulutangkis. Berbeda dengan tulisan yang telah banyak beredar, yang sebagian besar menganalisis pertandingan tersebut, mengapa kita kalah, apa evaluasi yang perlu dilakukan, dll, maka tulisanku ini hanya akan membahas benda sederhana namun sangat penting di bulutangkis, yaitu mengenai birdy atau yang lebih kita kenal sebagai kok, shuttlecock. Sejak pertama kali permainan ini ditemukan hingga awal perkembangannya, ukuran, bentuk dan material penyusun kok tidak sama. Kok di Perancis berukuran dua kali lebih besar dari ukuran kok sekarang, tersusun dari 7 bulu unggas yang berwarna merah, putih dan biru sesuai warna bendera Perancis. Pada masa perang dunia, kok yang digunakan malah berwarna cokelat atau hitam. [caption id="attachment_145427" align="alignleft" width="300" caption="Gambar copas dari http://www.msida-arrows.org/cms/images/stories/shuttlecock.jpg"][/caption] Pada masa sekarang, kok telah distandarkan. Baik warna maupun ukuran. Umumnya warnanya adalah putih dengan ukuran lebar 64 mm, 70 mm dan bobot 47,4 gr – 55 gr. Untuk mencapai kecepatan ideal, maka berat kok yang digunakan di ketinggian, kelembaban dan temperatur berbeda pun harus disesuaikan. Untuk dataran tinggi, berat kok yang digunakan adalah seberat 48 gr. Sementara untuk daerah lebih panas, kok yang digunakan beratnya 49 gr. Sedangkan pada daerah permukaan laut, berat kok yang digunakan 50 gr. Sementara pada daerah dingin, kok yang digunakan berbobot 51 gr. Terakhir, pada daerah dingin di bawah permukaan air laut, kok yang digunakan berbobot 52 gr. Seperti gambar yang tersaji di atas, kok terdiri atas bagian bawah yang menjadi dasar menempelnya bulu. Bagian ini disebut cork. Biasanya terbuat dari kayu gabus dengan diameter sepanjang 28 mm yang kemudian dibungkus dengan kulit kambing. Bahan cork paling bagus diambil dari bahan terluar batang atau akar pohon ek. Negara yang dikenal sebagai penghasil cork paling bagus di dunia adalah Portugal. Bagian selanjutnya adalah bulu. Setelah melihat film King yang mempertontonkan bapak si tokoh utama yang mengumpulkan bulu unggas dari satu kandang ke kandang lainnya, jadi timbul pertanyaan di benakku. Bulu unggas dari jenis apakah yang bisa digunakan untuk kok ? Idealnya, kok dibuat dari bulu angsa karena ukurannya sama panjang. Bulu itu biasanya diambil dari sayap kiri, maksimal dari tiga ekor angsa. Namun kini bulu unggas seperti bebek, itik dan ayam pun mulai dimanfaatkan. Mengingat semakin maraknya kasus avian flu yang menyerang unggas, maka sekarang banyak pula shuttlecock yang diproduksi dari karet dan plastik. Namun demikian, shuttlecock dari bulu unggas tetap dipilih karena lebih baik terbangnya. Di dunia, produsen terbesar kok adalah negara Taiwan. Sementara di Indonesia, produsen kok ada di beberapa daerah, seperti di Malang (merk Mega, Zorro, Zigma, 421), Tegal (merk Kartika, Permuni, perdana, supersonic), Solo (merk Anakmas, Adinda), Madiun (merk Janur) dan Jogja (merk Nusantara), Bandung (merk Garuda, Gajahmada). Demikianlah sekilas info mengenai bulu yang tadinya hanya teronggok di dasar kandang, namun kini mampu memberi nafkah banyak orang, menyehatkan badan, membuat nama bangsa terangkat di kancah dunia dan mampu membangkitkan kecintaan kita pada bangsa. Mohon maaf jika kurang berkenan. Percobaan pertama membuat postingan bertema olahraga nih.. :) ** Ah, pegalnya ini mata. Memelototi screen laptop dan hape tiada hentinya. Kualihkan mata ke arah lain. Ada kemucing tergantung di sana. Beberapa helai bulunya terjatuh di lantai. Hmm, bisa dimanfaatkan ulang jadi kok ga ya.. Sumber: Suplemen National Geographic Indonesia bulan Mei 2010 http://www.gatra.com/2006-03-23/artikel.php?id=93205 http://www.radartegal.com/index.php/Usaha-Lokal-Shuttlecock-Produk-Khas-Tegal.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun