Mohon tunggu...
Dewi Lestari
Dewi Lestari Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sudah di Bogor, sementara akan jadi pembaca setia kompasiana.. :)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Jadi Suporter yang Berempati..

26 Juni 2011   19:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:09 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sejak zaman kuliah S1 dulu, selalu memimpikan nonton kejuaraan bulutangkis. Ndak pernah kesampaian!! Kalo ndak pas ujian, pasti pas lagi liburan di Pati. Tapi akhirnya, tahun ini kesampaian juga (meski lagi musim ujian juga). Horee.. akhirnya bisa teriak Indonesia.. Indonesia bareng ribuan orang lainnya..! (lebay.com) Pas aku nyampe di istora, pertandingan sudah mulai. Pertandingan ganda putra telah terlewatkan, yang ada adalah pertandingan antara tunggal putri Cina dan India. Ga tahu kenapa, sepertinya suporter banyak yang lebih ngebelain pemain India. Mungkin pada bosen karena Cina selalu juara kali ya.. (dan pada akhirnya memang mereka yang juara). Hehehe

Girang ketika pemain Cina melakukan kesalahan. Foto dokumentasi Dewi

Dan kemudian adalah pertandingan tunggal putra. Yang bertanding adalah Peter Gade dan Lee Chong Wei. Di sudut atas tribun, tampak sekelompok suporter yang melambai-lambaikan bendera Malaysia. Dan seketika di dalam stadion pun terjadi perang cemooh. Ketika mereka berteriak dan melambaikan bendera, kita pun akan segera berteriak, “Huuu..” Hahaha, tampak sekali kita memang ndak pernah bisa akur dengan jiran di sebelah utara itu.

[caption id="attachment_119040" align="aligncenter" width="600" caption="Lee dan Gade. Foto dokumentasi Dewi"][/caption] Pada akhirnya Gade memang harus mengakui kemenangan Lee. Namun uniknya  setelah pemberian hadiah, justru Gade-lah yang melakukan selebrasi keliling separuh lapangan sambil melemparkan kaos dan boneka Dio yang diperolehnya ke penonton. Hahaha, aneh memang. Gade tampak menikmati keriuhan suporter Indonesia, meskipun saat bertanding dia terlihat sulit konsentrasi (sumpah, suporter Indonesia tu ruame buanget.. Ga peduli siapa yang main, yang kita teriakkan tetap saja, “Indonesia..” Pasti para pemain luar itu gondok dalam hatinya ya..

:)
:)
) Selain karena selebrasi tersebut, Gade juga jadi sosok yang cukup unik karena di  barisan kiri di mana aku berdiri, tampak seorang suporter perempuan yang membawa poster bertuliskan Peter Gade is the Best..! Dia teriak-teriak kencang dan melambai-lambaikan posternya saat Gade mulai meninggalkan lapangan. Apakah yang membuat Gade begitu digila-gilai si ibu ini..? Apakah karena low profile seperti yang diberitakan oleh sebuah media sehari sebelumnya..?

Poster tulisan tangan, yang kebaca cuma bagian Peter Gade U're The Best". Bawahnya apa, ga kelihatan. Foto dokumentasi Dewi

Dan akhirnya sampailah kita pada dua partai terakhir yang sangat dinanti-nantikan: ganda putri dan ganda campuran, di mana pemain Indonesia akan melawan pemain Cina (lagi..?). Pada bagian ini ada beberapa bagian yang cukup menarik, terutama bagi kami yang menontonnya langsung (karena ini ndak disiarin di TV, diganti iklan). Yaitu saat pengenalan pemain yang akan masuk ke arena pertandingan. Pertama, yang dipanggil adalah pemain Cina: suporter dan stadion masih biasa aja. Tapi begitu pemain Indonesia, Vita – Melati dan Butet-Tantowi dipanggil, lampu di dalam stadion tiba-tiba dimatikan, hingga tinggal lampu sorot yang difokuskan kepada mereka berdua yang berlari masuk ke lapangan. Ahhh, dramatis sekali. Laser yang menuliskan nama mereka pun ditembakkan ke dinding lapangan pertandingan. Serentak suporter pun berteriak-teriak kegirangan. Balon tangan makin keras ditepuk, kendang makin keras dipukul, terompet ala vuvuzela makin keras ditiup dan teriakan Indonesia.. Indonesia makin keras dikumandangkan. Di bagian ini, aku sedikit suprise dan mikir, “Smoga mereka ndak terbebani dengan sambutan dan antusiasme kami ini..” Dan selanjutnya yang terjadi bisa disaksikan di TV. Antusiasme itu membuncah sepanjang pertandingan. Teriakan Indonesia.. Indonesia.. sambung menyambung tiada henti. Sepanjang pertandingan yang riuh rendah itu pun aku jadi mbatin, “Sumpah, berat benar jadi pemain bulutangkis.. Pasti susah buanget untuk bisa terus berkonsentrasi dengan suasana pertandingan yang hingar bingar seperti ini. Pasti mereka grogi banget dan terbebani buanget dengan pengharapan kami agar mereka menang. Dan sampai batas ini, aku jadi bisa berempati, ndak mudah jadi atlet seperti mereka. Ndak mudah latihannya, ndak mudah pertandingannya, dan ndak mudah menghadapi suporter dari rumah sendiri. Hadeewh.. Dan benar saja. Pada akhirnya, kedua pasangan ini pun harus mengakui kekalahannya. Dan saat bicara ke media, salah seorang dari mereka, Melati, mengakui,” Susah sekali untuk bisa berkonsentrasi malam ini.” Hmm, kayaknya dugaanku benar, mereka jadi ndak bisa konsentrasi gara-gara keriuhan kami..

Butuh konsentrasi yang tinggi untuk bisa bermain dalam pertandingan yang bertempo tinggi dan poinnya cepat berganti ini. Foto dokumentasi Dewi

Wajah tegang, bercampur dengan teriakan tiada henti. Foto dokumentasi Dewi

Mungkin ada sebagian yang berkilah, “Ah, alasan saja itu, kan mereka sudah bermain profesional, bermain di berbagai pertandingan dan menghadapi berbagai macam suporter. Harusnya mereka sudah terbiasa dunkz..” Iya sih, tapi kuyakin pertandingan mereka di luar sana, ndak ada yang suasananya akan seriuh rendah malam ini. Susah menemukan suporter yang semeriah ini di luar negeri. “Mereka harusnya dah sering menjalani pertandingan dalam negeri dunkz..pasti lebih pengalaman dunkz” Iya sih, tapi pertandingan bulutangkis di dalam negeri kan jarang-jarang juga yang seramai ini. Paling ramainya kalo ndak Thomas-Uber, ya Sudirman.. kalau kejurnas, paling ya penontonnya segitu-gitu aja, ndak rame-rame amat. Jadi jangan salahkan mereka juga, kalau mereka masih belum bisa terbiasa dengan suasana yang riuh rendah itu. Jadi, dari pengalaman jadi suporter live game malam ini, aku berpikir, sudah saatnya kita bikin format yang pas buat nyeporterin pertandingan bulutangkis karena permainan ini memang membutuhkan konsentrasi tinggi. Teriakannya, tepukannya, yel-yelnya, sebaiknya dilakukan setelah mereka main, ndak usah saat main. Biar mereka bisa benar-benar konsentrasi, melakukan usaha terbaik mereka. Lakukan teriakan, tepukan dan yel saat mereka istirahat, menjelang servis atau mengganti kok.. Kuyakin, itu ndak akan mengurangi esensi kesuporteran kita (istilah apa pula ini). Dukungan kita akan tetap membangkitkan semangat mereka meski kita ga berteriak di sepanjang pertandingan. Jadi, mainkan peran kesuporteran kita secara bijaksana dengan tetap berempati pada mereka. Setuju..?! *Ihh, sok teu lo Wi..! (Dewi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun