Sabtu lalu kami menginven tumbuhan di Dungus Iwul. Apakah itu Dungus Iwul, kok namanya aneh bener.. ? Dungus Iwul adalah sebuah kawasan konservasi, lebih tepatnya cagar alam, yang terletak di Kecamatan Jasinga, Bogor. Kondisinya masih lumayan terjaga, meskipun berada di antara perkampungan dan perkebunan sawit. Nama Dungus Iwul memang cukup unik di telinga, diambil dari dua kata, yaitu dungus yang berarti hutan kecil dan iwul yang berarti palem yang tumbuh endemik di kawasan ini. Berikut adalah beberapa jenis tumbuhan yang kami temukan di sana.
Iwul adalah jenis yang cukup mendominasi di kawasan ini, tak hanya dalam bentuk pohon, namun juga dalam bentuk tiang dan pancang. Di tanah, banyak sekali tersebar bijinya, tak hanya ratusan, mungkin malah ribuan. Semaiannya pun memenuhi permukaan tanah di sekitar pohon induk (dan cukup menyulitkan untuk ditembus saat invent). Untung ga ada seorang pun dari kami yang iseng memakan buah/biji Orania yang jumlahnya berlimpah itu. Dikatakan di sini, buahnya beracun. Jika digoogling, Orania adalah jenis yang endemik, hanya di Indonesia, Singapura dan Malaysia. So, smoga populasi mereka tetap terjaga dan kawasan ini terbebas dari gangguan dan tekanan aktivitas manusia. Selain Orania dan banyak jenis tumbuhan lainnya, kami juga menemukan gandaria, tumbuhan yang menjadi maskot Jawa Barat. Tumbuhan ini endemik Indonesia. Buahnya sering dimakan, dirujak ataupun dijadikan campuran sambal. Bahkan namanya pun diabadikan menjadi sebuah nama kawasan di Jakarta. Selain berbagai tanaman yang potensial untuk berbagai keperluan tersebut, maka kami menemukan beberapa satwa, diantaranya adalah capung ini.
FYI, capung adalah spesies indikator, penanda kesehatan dan kebersihan air yang ada di lingkungan. Dengan adanya capung di wilayah ini, maka bisa disimpulkan bahwa kondisi air di kawasan ini masih sehat dan bersih. Jadi, kalau hanya ingin mengetahui sehat tidaknya air di lingkungan kita cukup dengan penanda, adakah capung berkeliaran di situ..? Ndak perlu beli teknologi yang aneh dan mahal. Nah, jadi ketahuan kan, apa hikmah dibalik penciptaan capung.. Kata seorang teman, jasa ekologi capung ini juga dimanfaatkan oleh Singapura dalam pengelolaan airnya. Kalau di Indonesia, ndak tahu ya.. ;) Sayang sekali, pada hari itu, mamalia besar semacam monyet yang biasanya terlihat mondar-mandir tak nampak sama sekali. Mungkin karena kami yang terlalu rame kali ya..
Kawasan konservasi yang luasnya hanya sekitar 9 km ini semoga bisa terus bertahan hingga di masa depan. Menjadi benteng bagi keanekaragaraman hayati dan mendukung keberlanjutan ekosistem ini. (dewi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H