Mohon tunggu...
Dewi Lestari
Dewi Lestari Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sudah di Bogor, sementara akan jadi pembaca setia kompasiana.. :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pay it Forward..?

18 Juni 2010   03:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_168384" align="alignleft" width="205" caption="Copas dari Gambar dicopas dari http://imoe.files.wordpress.com/2008/08/pay-it-forward-dvdcover.jpg"][/caption]

Dari sekian dvd jadul yang terpajang di toko langganan, dvd inilah yang kupilih untuk ditonton minggu ini. Mengapa ? Yang jelas bukan karena ketenaran pemainnya. Okelah, di sana ada nama Kevin Spacey yang pernah menang oscar lewat American Beauty. Ada juga nama Helen Hunt, bahkan Jon Bon Jovi ! Jujur, cukup mengundang penasaran. Juga ada nama Mimi Leder yang lebih dikenal sebagai sutradara serial ER. Terakhir, ada nama Haley Joel Osment ! Terbayang deh muka innocent (namun tertekan) nya di Sixth Senses. Dan juga suara nakal menggemaskannya saat memerankan Mowgli dalam The Jungle Book 2. Hmm, cukup menggoda untuk ditonton. Tapi belum jadi alasan pemilihan yang cukup kuat, mengingat beberapa film yang pernah kutonton berdasarkan nama besar pemerannya ternyata ceritanya ga bagus-bagus amat (hahaha, sok amat lo Wi..)

Yang jelas juga bukan karena keberhasilannya memenangkan satu award pada tahun 2001 untuk pemeran pembantu pria dan masuk menjadi nominee untuk tiga kategori lainnya. Bukan.. Sebenarnya, aku memilih film ini karena penasaran ma judulnya: Pay it Forward. Mmmh, artinya apa ya.. (hahaha.. buntut penguasaan idiom yang lemah). Ketika kutanya pada Pak Gustaaf Kusno apakah pay forward berarti bayar di muka (sesuai penafsiranku), beliau berkata bukan. "Kalo bayar di muka tu pay in advance" ujarnya. Nah lo, jadi apa artinya dong..?Kalau dilihat dari resumenya juga ga ada kaitannya ma kredit atau transaksi. Ah, daripada penasaran, mending kutonton aja deh, demikian putusku. Lagian di covernya dibilang bahwa kisahnya menyentuh hati. Pas banget ma suasana hatiku yang lagi melo kan ;)

**

Cerita dimulai dari kesialan seorang reporter amatir yang mobilnya rusak ditabrak pelaku kriminal yang sedang diliputnya. Hujan, mobil ringsek, ga dapat bahan berita. Hmm, kombinasi yang pas banget bukan ;) Kemudian, datanglah seorang jutawan dermawan yang memberikan mobil jaguar barunya pada si reporter itu. Harap dicatat, memberikan ya, bukan meminjamkan ! Gila banget kan.. Ketika ditanya, apa yang harus dilakukan untuk membalas kebaikan tersebut, si jutawan cuma menjawab, lakukan saja kebaikan pada 3 orang lain. Hmm, kurasa adegan ini berlebihan (mungkin adegan inilah yang mengundang munculnya kritik dari sebagian orang. Sekaya-kayanya Bakri, kayaknya ga bakal mau deh ngasih jaguarnya buat orang yang baru dikenal..)

Slap, langsung berganti adegan empat bulan sebelumnya. Suasana di kelas VII saat pelajaran IPS dimulai.Catatanku untuk adegan ini, haa, enak sekali sih murid-muridnya.. Ga perlu pake seragam atau pakaian formal. Cukup dengan kaos, bahkan yang tanpa lengan. Anehnya, saat si murid berpakaian begitu santainya, si guru justru sangat formal dan rapi: jas dan berdasi. Hehehe..

Para murid baru pun terpana dengan penampilan guru IPS-nya, Eugene Simonet, yang cukup mengerikan. Mukanya penuh luka bakar. Dan mereka makin heranketika ditanya, apakah yang mereka harapkan dari dunia dan apa yang dunia harapkan dari mereka (beeh, pertanyaan beraaat ni..). Maka dengan lugas dan polosnya, Trevor McKinney (diperankan oleh Haley Joel Osment) pun menjawab, “Nothing.” Bukan jawaban yang salah, mengingat umur mereka yang masih 11 tahun. Masa di mana mereka belum mendapatkan kewajiban dan hak sepenuhnya sebagai warga negara. "Jangan sampai ketika masa itu datang, dunia dan kehidupan yang kita hadapi jauh dari yang kita harapkan."pesan si guru lebih lanjut. “Karena itu, yang perlu dilakukan adalah mempersiapkannya. Mengubah sesuatu yang tidak disukai dari dunia menjadi sesuatu yang disukai,” ujar si guru sambil membuka peta di papan tulis sehingga terbentanglah tulisan “ Think an idea to change our world- and put it into action”. Itulah tugas para murid selama setahun ke depan. “Weird.. hard.. crazy..bummer” begitulah tanggapan para murid terhadap tugas itu. “Tapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan kan..” tandas si guru untuk meyakinkan mereka.

So, pada pertemuan berikutnya, murid-murid pun mempresentasikan apa yang akan mereka lakukan untuk mengubah dunia sesuai keinginan mereka. Dari sekian ide yang dipresentasikan oleh murid-muridnya, satu yang menarik perhatian Simonet adalah ide si Trevor. Menurut Trevor, dunia akan jadi lebih baik, jika setiap orang saling membantu. Idenya, satu orang memberikan bantuan pada tiga orang, namun ketiganya tak harus membalas kebaikannya tersebut langsung padanya. Yang harus mereka lakukan adalah memberikan bantuan berikutnya kepada tiga orang yang lain. Dan begitu seterusnya. Dengan begitu, dunia akan jadi lebih baik. Ide yang simpel, namun utopis. Dan konsep inilah yang oleh Trevor diberi nama pay forward. Ah, akhirnya jawaban itu kudapatkan juga ! J Jadi, apakah ide tersebut bisa diwujudkan ?

**

Menurutku, pesan yang ingin disampaikan film ini adalah bahwa perubahan bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan, meskipun efeknya tidak akan muncul segera sesuai keinginan. Terlepas dari beberapa adegan yang berlebihan dramatisasinya (namun belum seperti My Name is Khan kok..), jalan cerita yang terlihat sederhana di awal namun tiba-tiba “berlebihan” di akhir, namun menurutku ide yang ingin disampaikan film ini cukup menarik (meski di sini banyak yang mengkritik film ini sebagai drippy, cheesy, schmaltz, utopis). Tampilannya juga cukup bersahaja. Trevor, si sosok inspiratif, meskipun kadang jalan pikirannya sangat dewasa, namun terkadang dia juga tetap bertindak layaknya anak yang berumur 11 tahun. Si guru yang menjadi sosok idola bagi Trevor juga bukan sosok tanpa cela. Begitu pula ibunya. Jadi, menurutku, film ini tetap layak ditonton :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun