Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memilih Cicak atau Buaya?

25 Januari 2015   17:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Paijo: Untung ketemu kau di sini.

Paiman: Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?

Paijo: Tidak begitu sih. Tetapi cukup menggelisahkan.

Paiman:Katakan. Mungkin perbincangan kita memunculkan sesuatu yang bisa melepaskanmu dari kegelisahan.

Paijo: Aku bingung harus membela siapa.

Paiman: Apa yang harus kau bela dan mengapa kau harus memiliki keharusan seperti itu?

Paijo: Sekarang kan sedang seru-serunya cicak vs buaya jilid 3. Itu lho pertikaian antara KPK dan POLRI. Aku bingung harus membela yang mana. Tentang keharusan itu pasti muncul karena aku menganggap diriku sebagai warga negara yang harus ikut serta dalam perbaikan bangsa ini setidaknya dalam bentuk penempatan sikap yang seperti kau pernah bilang adalah wujud dari kesadaran diri tentang nilai benar dan salah.

Paiman: Penempatan sikap sebagai wujud kesadaran diri itu memang penting dan harus ada sebagai wujud kesadaran diri yang jika dirunut lebih jauh adalah kepanjangan dari eksistensi. Penempatan sikap harus ada dan itu tidak bisa disangkal kecuali kita sepakat kalau kau tidak ada dan aku juga tidak ada.

Paijo: Ya itu memang sulit disangkal.

Paiman: Tetapi apakah penempatan sikap harus diwujudkan lebih nyata ke pembelaan salah satu kubu yang katakanlah bertikai?

Paijo: Tentu saja. Apakah ada wujud lain yang lebih nyata dari penempatan sikap selain pembelaan salah satu kubu atau pemilihan posisi dengan tegas dengan memilih salah satu antara dua kubu?

Paiman: Penempatan sikap atau bersikap itu sendiri sudah nyata karena merupakan bentuk tindakan. Apakah ada tindakan yang tidak nyata atau sebaliknya apakah ada yang lebih nyata dari tindakan?

Paijo: Tentu saja tindakan adalah nyata dan tidak ada yang lebih nyata dari tindakan.

Paiman: Jadi menentukan sikap itu sudah nyata dan tentu saja jika tidak ada yang lebih nyata dari yang nyata tidak bisa dibilang kalau memilih salah satu kubu adalah lebih nyata karena tidak ada yang lebih nyata dari yang nyata. Atau kau punya pendapat lain?

Paijo: Jadi menurut kamu sikap apa pun sudah pantas?

Paiman: Sebenarnya ada yang kurang. Tentu saja penempatan sikap itu dilakukan setelah melakukan proses perenungan dan pemikiran yang dalam dengan mempertimbangkan banyak hal.

Paijo: Jadi menurut kamu sikap apa pun yang sudah melewati proses perenungan dan pemikiran yang dalam dan mempertimbangkan banyak hal itu sudah pantas?

Paiman: Dari sisi kecukupan pengolahan informasi ya. Dan tentu saja disini kita sepakat bahwa kecukupan pengolahan informasi itu penting dan pengabaiannya akan berujung pada penekanan sisi dionysian atau sisi emosional dan irasional dan pengabaian sisi apollonian atau sisi perenungan dan rasional.

Paijo: Jadi apakah salah jika katakanlah aku turut turun kejalan dan meneriakan pendapatku tentang perkara ini jika tindakan itu lebih mendekati pemenuhan kebutuhan sisi dionysianku. Jika emosi adalah bagian melekat dari menjadi manusia berarti tidak menjadi emosional adalah menegasikan manusia itu sendiri. Bukankah artinya menjadi seperti itu?

Paiman: Kau benar manusia tidak akan bisa lepas dari emosi atau katakanlah sejauh mana manusia bisa mempertahankan kenyamanan mentalnya tetapi apakah emosi yang berasal dari kecukupan informasi yang muncul dari sisi apollonian akan sama dengan emosi yang muncul hanya dari pemenuhan sisi dionysian?

Paijo: Tentu saja tidak sama. Karena dua hal itu berlawanan. Tetapi bukankah akhirnya pembahasan ini akan masuk dalam keseimbangan antara dua sisi tersebut karena keberadaan dua sisi itu tidak bisa dinegasikan kecuali jika ada kesepakatan bahwa manusia bisa menjadi “yang bukan manusia” karena kehilangan dua sisi tersebut. Katakanlah menjadi setan jika kehilangan sisi berpikir rasionalnya dan menjadi suci jika kehilangan sisi emosionalnya. Dan tentu saja jika wujud itu ada wujud seperti itu bukan manusia.

Paiman:Jadi menurutmu apakah menuntut manusia untuk menjadi “yang bukan manusia” itu benar?

Paijo: Tentu saja tidak karena manusia adalah tetap manusia.

Paiman: Dan tentu saja menentukan sikap untuk membela salah satu kubu karena kubu itu berisi orang yang bukan manusia itu akan menjadi keliru karena seperti yang kau bilang sebelumnya bahwa tidak ada manusia yang bukan manusia karena manusia harus tetap menjadi manusia. Atau apa aku keliru menarik kesimpulan ini?

Paijo:Tentu saja itu keliru karena tidak ada manusia yang bukan manusia karena wujud seperti itu akan lepas dari kausalitas yang mengikat manusia dan bersifat universal. Tidak ada manusia dalam eksistensinya dengan wujud seperti itu tetapi nilai kebaikan universal itu harus ada karena jika tidak maka manusia tidak bisa disebut manusia seperti tidak akan ada buah apel jika kita tidak bisa menentukan nilai universal dari apel itu sendiri. Nilai universal ini pasti berwujud abstrak atau katakanlah ide universal yang berusaha diwujudkan dalam tatanan hukum sosial.

Paiman: Dan sebenarnya tatanan hukum itu sendiri hanya upaya untuk mewujudkan nilai universal kemanusiaan itu sendiri. Upaya yang tidak lepas dari kausalitas.

Paijo:Dan pembentukan instituasi dengan kewenangan super seperti KPK adalah upaya untuk mewujudkan nilai universal yang terikat pada kausalitas.

Paiman:Seperti halnya Kepolisian dan institusi –institusi lainnya. Tetapi tingkat kegentingan dalam kausalitas itu memang berada dalam KPK.

Paijo:Yang lepas dari kausalitas itu tidak lah mungkin karena pembentukan dan pengoperasian adalah tindakan. Dan tindakan pasti menjadi obyek koreksi karena sifatnya yang tidak universal. Dan aspek tingkat kegentingan menjadi salah satu obyek evaluasi dalam hal keteraturan sistem pengoperasian dan birokrasi di dalamnya.

Paiman:Maksudmu apakah keteraturan sistem pengoperasiannya sendiri sudah bermasalah karena aspek tingkat kegentingannya?

Paijo: Tentu saja. Dalam situasi genting sebuah tindakan pasti mengabaikan perincian atau katakanlah perincian itu tidak menjadi perhatian utama karena yang menjadi perhatian tentulah bagaimana cara mengatasi persoalan yang dianggap genting. Logikanya seperti itu. Jadi seiring berjalannya waktu perbaikan harus dilakukan untuk menata keteraturan sistem pengoperasiannya tanpa harus menghilangkan substansi pembentukannya.

Paiman: Di sini aku sepakat. Tetapi institusi lain harus juga memiliki sistem evaluasi apa pun itu apakah evaluasi internal atau evaluasi dari luar karena sifatnya sebagai wujud tindakan yang tidak bisa lepas dari kausalitas apalagi sistem birokrasi di dalamnya.

Paijo: Dan akhirnya aku tahu harus menempatkan diri dimana.

Paiman: Ah tampaknya kau sudah mengambil kesimpulan. Semoga kesimpulanmu bisa menjadi jawaban atas kegelisahanmu. Hari sudah sore. Burung-burung itu tidak akan mengganggu tanaman padi ini. Ayo kita pulang. Bukankah kau juga sudah lapar?

Paijo: Ya. Ayo kita pulang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun