Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan seorang kenalan yang juga berprofesi sebagai pengacara. Kami sama-sama wali murid di sekolah yang sama.
Namanya juga perempuan, kalau bertemu, ada saja yang dibahas. Mulai dari sekolah anak-anak sampai hal yang lagi ramai di media sosial. Nah, ini kami terhanyut dalam obrolan tentang feminine energy.
Akhir-akhir ini media sosial saya ramai dengan postingan seorang influencer feminine energy. Dalam setiap postingannya dia sering membagikan konten tentang feminine energy.
Namun, entah mengapa saya merasa ada yang janggal dengan beberapa postingannya. Misalnya, saat dia berbagi cerita tentang bagaimana cara mengaktifkan feminine energy demi kepentingan pribadi. Dicontohkan, nitipin koper saat check out hotel di resepsionis. Pakai suara yang lembut dan manja, biar dikabulkan permintaannya. Dan ternyata berhasil. Itu menurutnya adalah feminine energy.
Lalu, ada lagi postingan tentang suami selingkuh, nggak masalah. Selama masih kasih uang belanja yang banyak.
Masih soal selingkuh, kalau suami selingkuh, bisa jadi itu salah istrinya. Istrinya terlalu maskulin, kurang mengaktifkan feminine energy.
Hmm, entah mengapa saya sebagai seorang perempuan sangat tidak berkenan dengan tiga postingan influencer itu. Saya jadi berpikir lebih dalam, apakah seperti itu feminine energy?
Ini yang jadi bahasan pajang saya dengan pengacara cantik kenalan saya itu. Hingga akhirnya keresahan saya berlanjut dalam wujud tulisan ini.
Konsep feminine energy semakin populer, terutama di media sosial. Banyak orang menganggapnya sebagai kunci untuk menjalani hidup yang lebih harmonis, menarik pasangan ideal, hingga mencapai kesuksesan. Namun, di balik popularitasnya, konsep ini sering disalahpahami dan bahkan dimanipulasi untuk mengekang perempuan.
Lalu, sebenarnya apa itu feminine energy, dan di mana letak salah kaprahnya? Mari kita kupas lebih dalam.