Mohon tunggu...
Dedy Sigid Setiawan
Dedy Sigid Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

facebook: dedy.s.setiawan.9@facebook.com Twitter: @DedySigid82 Blog : dedy-sigid82.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik Industri Bouksit dan Smelter Alumina Di Indonesia

23 Juni 2015   21:40 Diperbarui: 6 Juli 2015   04:53 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Polemik pembangunan industri Bouksit di Indonesia ramai di perbincangkan. Ini dikarenakan adanya tarik ulur serta disinyalir adanya tujuan politik dibalik pendirian industri pengolahan bouksit di Indonesia. Pendirian pengolahan industri bouksit sendiri untuk merespons diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu-bara dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 yang melarang mengekspor mineral mentah keluar negeri.

Tidak dipungkiri Indonesia kaya akan barang tambang (mineral), beragam mineral tambang dapat di temukan di Indonesia seperti Besi, Timah, alumunium, emas, termasuk bouksit. Kenyataan itu tidak sebanding dengan perusahaan pengolahannya, bagaimana tidak walaupun kaya akan barang tambang tetapi untuk mengolahnya menjadi barang jadi Indonesia harus mengekspor dulu mineral tambang untuk diolah menjadi setengah jadi baru kemudian barang tersebut diimpor untuk diolah menjadi barang jadi. Contoh nyata adalah mineral tambang bouksit yang harus di ekspor 100% persen keluar negeri, Setelah menjadi alumina, industri nasional mengimpornya 100 % untuk diolah menjadi aluminium ingot. Dari sumber http://www.kemenperin.go.id menyebutkan bahwa hingga saat ini PT INALUM (importir 100% alumina) sebagai satu-satunnya produsen ingot nasional hanya mampu mensuplai kebutuhan aluminium ingot sebesar 100 ribu ton pertahun dari kebutuhan nasional aluminium ingot sebesar 500 ribu ton pertahun.

Pendirian industri pengolahan bouksit sendiri harus bekerja sama dengan perusahaan atau investor asing. Selain modal yang besar, teknologinya juga belum kita miliki. Disini pemerintah di tuntut untuk selektif terhadap investor asing terkait pengambilan mineral tambang, kontrak kerja, pegawai dan hal-hal yang terkait dengan mekanisme administrasi penambangan material bouksit agar di kemudian hari tidak merugikan negara Indonesia seperti PT. Freeport.

Dengan adanya investor untuk pengolahan mineral bouksit menjadi alumina merupakan langkah awal bangsa Indonesia untuk menjadi negara produsen Alumina di dunia. Banyak sekali manfaat positif yang akan di terima negara Indonesia seperti adanya lapangan pekerjaan baru, dapat memberikan nilai ekonomis warga sekitar industri dan tidak kalah penting adalah Indonesia tidak perlu menginpor alumina untuk diolah menjadi produk aluminium sehingga dapat menghemat pengeluran industri aluminium di Indonesia.

Diluar keuntungan itu, maka dengan adanya industri pengolahan bouksit diharapkan sektor indusrialisasi yang berhubungan dengan industri aluminium dapat tumbuh dan berkembang pesat, sehingga dapat memunculkan industri-industri baru yang berbahan baku aluminium yang nantinya juga dapat membuka dan menambah lapangan pekerjaan baru. Sejalan dengan itu pemerintah juga dapat diharapkan mengontrol ketat terhadap industri bouksit ini agar terjadi alih teknologi sehingga kedepan jika ada kawasan yang berpotensi mengekplorasi material bouksit, generasi muda Indonesia sudah siap secara mandiri untuk mengolahnya menjadi alumina.

Dengan adanya industri pengolahan bouksit di harapkan dapat memberikan inspirasi terhadap industri pengolahan mineral tambang yang lain agar dapat di olah di Indonesia sehingga kedepannya menjadikan negara Indonesia bukan hanya menjadi negara penghasil dan pengekspor bahan mineral tambang, tetapi juga pengolah mineral tambang terbesar di dunia sesuai dengan semboyan pemerintah untuk mensejahterahkan rakyatnya yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun